25 Juni 2009

Falsafah Tari Guel

Tulisan ini merupakan tanggapan dari Saudara saya, serinen saya Tengku Yusra Habib Abdul Gani yang menjelaskan falsafah tari guel yang diterbitkan dalam koran Serambi, 21 Juni 2009 atau dapat dilihat pada http://yusrahabib.blogspot.com/2009_06_01_archive.html, Juni 2009, dengan judul Falsafah Tari Guel. Ada benarnya apa yang dikatakan oleh Saudara Yusra bahwa memang dikatakan bahwa asal mula tari guel tersebut adalah penjelmaan Bener Meriah yang dibunuh oleh Reje Linge ke XIII, tapi perlu ada pelurusan sejarah dalam tulisannya bahwa dalam kekeberen (jika memang ini yang digunakan Saudara Yusra untuk mengangkat asal muasal Tari Guel, dapat dilihat http://cossalabuaceh.blogspot.com/search/label/Sejarah%20dan%20Sastra, dengan judul Kekeberen) menceritakan bagaimana sesungguhnya Reje Linge ke XIII sama sekali tidak mengetahui kalau Bener Meriah dan Sengeda tersebut merupakan saudara sedarahnya sendiri, kemarahannya muncul berdasarkan ketika melihat keduanya memiliki rencong dan cincin yang bertuliskan Reje Linge. Kedengkiannya timbul karena beranggapan bahwa ayahnya, Reje Linge ke XII telah diracun, mereka dianggap sebagai orang-orang yang ingin mengambil kekuasaannya. Kejadian ini lebih merupakan sebuah pertahanan diri dalam mempertahankan kekuasaannya dari musuh yang dianggap berpura-pura menjadi seorang teman. Bahkan dalam sejarah terlihat bagaimana Sengeda bisa selamat dari pembunuhan karena sifat kasihan atau sifat anti kejahatan oleh Panglima Serule, dengan menggantikan darah Sengeda dengan darah kucing.
Kemudian penjelmaan Bener Meriah menjadi Gajah Putih merupakan sebuah ungkapkan adanya bukti bahwa telah terjadi pembunuhan terhadap Bener Meriah.
Dan Sengeda telah berusaha untuk mengungkapkan hal tersebut melalui Putri Raja Aceh untuk kemudian untuk tertarik kepada Gajah Putih tersebut, sehingga diumumkan untuk segera mencari Gajah Putih tersebut, yang ujungnya adalah terungkapnya permasalahan ini sehingga tergantikannya Reje Linge ke XIII oleh Sengeda, dan tampilnya Datu Beru sebagai pemersatu masyarakat Gayo pada umumnya.
Melihat sejarah ini adalah memperlihatkan betapa besarnya bangsa Gayo itu, dan betapa santunnya masyarakat Gayo tersebut dalam menyelesaikan persoalan internal di antara mereka serta bagaimana cara merebut kekuasaan tanpa harus ada peperangan besar, lebih kepada sebuah trik dan intrik serta takdir yang telah menentukan garis tangannya.
Kalau Tari Guel tersebut dikatakan oleh Saudara Yusra dengan sebutan sebuah “Musium Gerak Tanpa Bangunan” berkenaan dengan sifat orang Gayo yang tega untuk membunuh saudaranya sendiri adalah terlalu naif, karena itu hanyalah sebagian kecil dari banyak pesan yang ingin disampaikan dalam Tari Guel tersebut. Musium Gerak ini bahkan mengungkapkan bagaimana santunnya dan cerdiknya orang Gayo dalam menampilkan bukti-bukti yang dianalogikan pada Gajah Putih dengan berbagai gerakan, sehingga orang-orang akan mengerti apa yang sebenarnya terjadi.
Sebelum mengungkapkan falsafah Tari Guel tersebut ada baiknya kita paham betul tentang akar filosofi dari Tari Guel ini, yaitu sebuah upaya untuk membawa bukti-bukti sebuah kejahatan dari Gayo menuju Kutereje yang dikarenakan ketidaksengajaan atau ketidaktahuan sehingga menimbulkan dengki dalam pembunuhan Bener Meriah tersebut. Jadi sekali lagi bukan sebagai sifat orang Gayo yang suka membunuh saudaranya, karena ini amat berbahaya dalam penafsiran dari setiap gerakan nantinya.
Kebetulan saya adalah seorang Penari Guel yang sudah menghantarkan puluhan pengantin ke pelaminan, saya akan mencoba menceritakan perasaan-perasaan yang saya rasakan untuk kemudian dipadukan ke dalam falsafah Tari Guel tersebut. Satu hal yang ingin saya sampaikan sebelumnya adalah bahwa ada kenikmatan tersendiri ketika saya sampai pada tahapan ekstase ketika menarikannya, seolah-olah saya sudah menyatu dengan alam ini, seolah-olah bumi sudah menjadi pentas utama saya, bahkan seolah-olah muyang datu saya sudah masuk ke dalam raga saya untuk menarikan tarian kebanggaan orang Gayo ini.
Dalam Tari Guel ini dibagi menjadi 2 tahapan yang terdiri dari beberapa gerakan. Tahapan pertama adalah kumpulan gerakan-gerakan yang merayu Gajah Putih hingga mau untuk diajak atau dituntun oleh sang Penari Guel. Selanjutnya tahapan kedua adalah tahapan dimana Penari Guel menuntun sekaligus menjaga langkah Gajah Putih tersebut sampai pada tujuannya.
Tahapan Merayu
Tahapan pertama atau tahapan merayu ini seringkali saya katakan sebagai tahapan kerja keras atau tahapan yang paling berat, atau dalam ilmu sekarang ini disebut dengan tahapan meyakinkan atau meloby. Dalam ilmu komunikasi tahapan inilah yang paling sulit, tahapan dimana kita mendapatkan kepercayaan dari orang-orang yang ingin kita yakini, atau mendapat gelar amanah bagi Rosulullah SAW, atau dipercaya dalam berbisnis. Tahapan ini merupakan kunci utama dalam setiap kegiatan kehidupan, hablum minannas. Dan yang paling penting diingat adalah pada tahapan ini upuh ulen-ulen masih dilingkarkan pada leher belakang penari belum betul-betul diuleskan di belakang bagian tubuh penarii
Sebelum memulai menari biasanya penari melakukan gerakan menghentakan kaki dan ulesnya untuk kemudian berlari secara berjinjit ketika akan memasuki gelanggang perayuan untuk kemudian mengambil posisi Munatap. Gerakan ini menunjukkan sebuah sifat orang Gayo yang ketika akan memasuki gelanggang apapun ia pertama kali akan menunjukkan eksistensi dirinya, atau menggertak dengan berbagai cara terlebih dahulu untuk kemudian mengambil posisi secara diam-diam tanpa diketahui. Ini juga yang sering digunakan dalam peperangan yang dinamakan menggertak terlebih dahulu untuk menarik perhatian lawan untuk kemudian diam-diam melakukan persiapan-persiapa sesuai dengan perencanaan.
Munatap, gerakan ini seringkali disebut dengan gerakan belalai Gajah, gerakan dimana belalai gajah dianalogikan dengan 2 buah tangan kita. Karena belalai merupakan bagian paling penting dari seekor Gajah. Selain sebagai indra penciuman juga disitu terdapat senjata untuk mempertahankan diri sekaligus tempat masuknya makanan seekor gajah. Gerakan munatap ini seperti gerakan belalai gajah seolah-olah merayu Sang Gajah bahwa kita tahu betul tentang dirinya, tahu betul rahasia dan kebutuhannya. Dalam munatap ini biasanya dilakukan dengan arah ke depan, kanan dan kiri yang seolah-olah juga ingin menunjukkan sebuah sikap rasa percaya diri bahwa penari tahu betul tentang rahasia yang akan dirayu. Ini tentunya lebih kepada sebuah ancaman awal kepada Gajah Putih bahwa Sengeda tahu betul tentang dirinya.
Dan ini seharusnya menjadi sifat orang Gayo, bahwa setiap peperangan atau tindak tanduknya ia harus tahu betul kondisi dari lawannya atau apa yang harus dihadapinya. Dan ini sudah diawali dengan gertakan awal dan lari menjinjit untuk mencari tahu atau dalam ilmu modern sudah mengatahui analisa SWOT nya. Dan uniknya karena sifat berani orang Gayo, para lawan itu digertak sedemikian rupa untuk mengetahui kemampuan kita bahwa kita mampu menghadapi mereka atau tahu rahasia terdalam mereka.
Gerakan Redep dan ketibung merupakan gerakan yang selalu digunakan dalam antara berbagai tahapan gerakan Tari Guel. Gerakan redep merupakan gerakan bahu yang turun naik diikuti dengan gerakan tangan dan jemarinya yang terlihat berlenggak-lenggok. Seringkali gerakan bahu tersebut dianalogikan dengan kipasan dari kuping gajah atau kuping Gajah yang tergelitik, karena ada sebuah ungkapan bahwa Gajah paling suka bila digelitik kupingnya. Dalam menggerakkan kuping bagi seorang manusia memerlukan energi yang besar serta sebuah kemauan, begitu juga halnya dengan Gajah. Ketika Gajah menggerakkan kupingnya maka ia menggerakkan seluruh anggota tubuhnya. Gerakan ini juga memperlihatkan kerja keras dan kesombongan sekaligus gerakan manja untuk merayu. Gerakan ini diikuti dengan gerakan 2 tangan dan jari-jarinya bebas untuk berliak-liuk seperti halnya dengan belalai gajah. Kesemuanya merupakan sebuah usaha merayu, mengancam, menawarkan Gajah Putih.
Ini semua dapat diartikan sebagai sebuah sikap tawar menawar antara Sengeda dan Gajah Putih agar Sang Gajah mau mengikuti Sengeda. Dalam dunia modern ini dikatakan sebagai take and give, melakukan tawar menawar.
Kepintaran Sengeda ditambah dengan gerakan hentakan tangan dan kaki diikuti dengan anggukan kepala. Gerakan ini dinamakan dengan gerakan ketibung, atau dikatakan sebagai shock terapi terhadap gajah tersebut. Ini menunjukkan bahwa Sengeda ingin mengatakan kalau ia bisa memberikan kenikmatan yang diinginkan Gajah. Namun ia juga mengatakan bahwa kenikmatan itu bisa hilang atau bisa dinikmati lagi, ada sedikit ancaman dan kenikmatan. Dalam ilmu modern ini seringkali disebut dengan tarik ulur hingga apa yang diinginkan tercapat atau diikuti. Orang Gayo juga punya potensi untuk hal yang satu ini, mereka amat pandai untuk bernegosiasi hingga keinginan mereka tercapai dengan lembut maupun sesekali keras.
Setelah melakukan sebuah kesepakatan-kesepakatan maka kemudian Sengedal akan melakukan gerakan Sengker Kalang, atau sering kali disebut dengan gerakan terbang elang untuk mengamankan jalannya, melihat keadaan yang ada di bawahnya. Seperti yang dikatakan Saudara Yusra memang gerakannya melingkar atau melengkung dengan tubuh yang runduk, miring dan berlari kecil dengan berjinjit sambil mengepakkan sayapnya. Inilah fase dimana pengintaian dengan mata yang jeli. Dalam ilmu modern dinamakan dengan mengindentifikasi permasalahan-permasalahan yang mungkin saja terjadi mengganggu kesepakatan yang sudah ada tadi.
Biasanya setelah gerakan ini penari sudah menggunakan upuh ulon-ulonnya menutupi sebagian tubuhnya, yang berartikan sudah siap memakai pelindung, sudah mempersiapkan senjatanya untuk mengamankan apa yang sudah disepakati dan melakukan perencanaan dari hasil pemantauan pada gerakan pertama tadi.
Barulah kemudian dilanjutkan dengan gerakan Kepur Nunguk, suatu gerakan mengibaskan upuh ulon-ulonnya dengan berputar-putar, maju atau mundur dengan gerakan yang menghentak atau tegas. Seperti yang dikatakan oleh Saudara Yusra, memang Kepur itu artinya mengibas atau membersihkan dengan menundukkan badannya. Ini menandakan bahwa orang Gayo itu dalam menghilangkan halangan-halangan itu walau dengan tegas dan menantang tapi selalu dalam keadaan tertunduk atau katakan dengan dingin. Menghilangkan halangan-halangan yang bisa merusak kesepakatan-kesepakatan yang sudah disepakati.
Nah, setelah ini barulah dirayakan dengan gerakan Cincang Nangka awal, atau akhir dari tahapan pertama gerakan Tari Guel, kenapa dikatakan awal karena gerakan cincang nangka pertama ini masih gerakan yang dilakukan penari mengajak alam sekitarnya dan Sang Gajah untuk melebur diri, merayu, menyatu dengan berhasilnya kesepakatan tadi. Pada fase inilah Sengeda berhasil merayu Sang Gajah, dengan memegang belalai Sang Gajah untuk dituntun mengikuti Sengeda menuju Kutereje.
Gerakan-gerakan pada fase pertama ini amat mengeluarkan energi yang luar biasa, karen dibutuhkan konsentrasi dan kuda-kuda yang luar biasa kuatnya serta gerakan-gerakan bahu yang bergerakn terus tanpa henti, seolah-olah ingin menunjukkan kekuatan dari Sang Penari atau Sengeda. Gerakan-gerakannya juga tertata sedemikian rupa yang bertujuan untuk dapat merayu Sang Gajah serta mampu melakukan pengamanan-pengamana dari setiap kesepakatan yang sudah disetujui antara Penari dan Sang Gajah.
Tahapan Menuntun
Tahapan ini merupakan tahapan yang paling sedikit gerakannya namundari segi falsafah, gerakan yang paling penting atau penyelesaian akhir.
Setelah berhasil menuntun Sang Gajah, maka Gajah Putih dituntun untuk menujut Kutereje dengan kombinasi gerakan redep dan kepur nunguk dengan melihat kesamping, ke belakang dan ke depan. Ini semua sebagai aksi untuk dapat melindungi perjalanan Sang Gajah Putih tersebut.
Dalam sejarah kita semua mengetahui bahwa tempat-tempat persinggahan Gajah Putih tersebut seringkali diberikan nama sesuai dengan apa yang dikerjakan oleh Gajah Putih, contohnya adalah Timang Gajah. Dan menurut tetua Gayo inilah yang menjadi cikal bakal nama-nama sebutan berbagai daerah di Aceh.
Nah, ketika mendekati Kutereje maka dilakukan kembali Cincang Nangka ke dua, bedanya kali ini adalah Sengeda atau Sang Penari mengajak semua orang yang melihat Gajah Putih untuk ikut menari menyambut kedatangan Sang Gajah Putih tersebut dengan suka cita. Disini juga Sang Penari menggunakan berbagai macam tarian untuk menarik perhatian orang-orang yang melihat Gajah Putih, mengajaknya menari dan bersuka ria.
Setelah itulah Gajah Putih kembali dituntun untuk kemudian dipersembahkan kepada Raja, inilah akhir cerita dari Tari Guel.
Kesimpulan
Tari Guel ini memperlihatkan bagaimana sesungguhnya sifat dari orang Gayo, orang yang selalu melangkah selangkah lebih maju, orang yang selalu mengumumkan kemenangannya, orang yang selalu taat terhadap kesepakatan atau bukan pengkhianat, bisa beradaptasi dan terakhir adalah keegalitaran mereka.
Saudara Yusra seharusnya melihat ini, karena bila saja dibahas dengan lebih dalam maka terdapat sebuah manajemen modern disitu, dan akhirnya kita tahu kenapa dahulu orang Gayo banyak yang menjadi Raja diberbagai tempat.
Bagi orang Gayo sendiri, mudah-mudahan ini menjadi pembelajaran bagi kita bagaimana banyak pesan dari Tari Guel tersebut, bukan sebagai aurat untuk menutupi sifat orang Gayo yang membunuh saudaranya akan tetapi lebih kepada kecerdikan orang Gayo untuk mengungkapkan permasalahan dengan cara-cara yang cerdik, cerdas dan elegan.
Dan yang paling penting lagi adalah bahwa kesemuanya akan lebih mendarah kepada orang Gayo dalam penggunaan filosofi Tari Guel tersebut, mungkin ini yang dinamakan jati diri dari orang Gayo itu sendiri. Jadi berbanggalah anda menjadi orang Gayo.
Berijin.

Kekuasaan

Sekian lama bulan mengelilingi bumi
Sekian lama juga bulan tidak pernah tahu
Bahwa ia telah mengelilingi matahari bersama bumi
Sebegitu besarnya kekuasaan Sang Pencipta
Penuh dengan kebesaran dan penuh dengan realtivitas

Kekuasaan merupakan sesuatu yang menjadi fitrah
Ketika Tuhan menciptakan manusia maka ia adalah Khalifah
Khalifah bumi dan isinya
Kecintaan kepada kekuasaan menjadi sebuah bawaan kelahiran

Ketika manusia terkahir ia harus menangis mengambil kuasa untuk suaranya pertama kali
Ketika manusia hidup ia menikah, menunjukkan kuasanya memiliki sesamanya
Ketika manusia mati ia dikubur, menunjukkan kuasanya untuk rumah terakhirnya
Lantas apa arti kekuasaan itu adalah amanah
Nyata-nyata kedatangan manusia memang hanya untuk berkuasa

Semua ingin menjadi khalifah di atas khalifah
Ingin menjadi puncak tertinggi dalam kekhalifahan
Lantas kemana amanah itu ?

Awal kekuasaan adalah dengan menggunakan pembunuhan
Ketika 2 anak Nabi Adam memperebutkan belahan jiwa
Kemudian meningkat menjadi berkelompok, bersuku dan berbangsa
Maka Perang adalah alat mencapai kekuasaan
Apakah ini amanah ?

Semakin pintar, maka lahirlah sebuah demokrasi
Meraih kekuasaan dengan meraih simpati dari yang akan dikuasai
Maka yang adalah sebuah janji, yang ada sebuah penantian
Lahirlah kebohongan-kebohongan, lahirlah topeng-topeng
Timbullah sebuah pencitraan untuk dapat memenangkan kekuasaan
Mengambil simpati dengan sebuah strategi
Memanfaatkan orang banyak untuk kepentingan individu, golongan saja
Apakah ini amanah ?

Manusia-manusia yang berjiwa bersih takut dengan kekuasaan
Karena kekuasaan itu amanah
Manusia-manusia berjiwa kotor menginginkan kekuasaan
Karena kekuasaan itu berarti bebas mengumbar nafsunya
Lantas siapa yang memenangkan kekuasaan itu ?
Apakah ini amanah ?

Kekuasaan itu laksana garam, asin
Semakin ia diminum maka akan semakin haus
Kekuasaan itu dekat dengan kenikmatan
Semakin di dapat semakin banyak yang diinginkan
Lantas kenapa ada khalifah di bumi ini ?
Kenapa Tuhan menyuruh kita berkuasa ?

Kenapa Nabi-nabi itu diturunkan ke muka bumi
Mereka menyebarkan agamaNya
Dan akhirnya mereka punya pengikut
Mereka juga jadi penguasa

Kenapa ada iblis dibiarkan hidup
Mereka mengajak kepada kejahatan
Dan akhirnya mereka punya juga pengikut
Merekapun jadi penguasa

Bukankah memang semuanya ingin bisa berkuasa
Lantas dimana kekuasan itu adalah sebuah amanah ?
Lantas apakah karena amanah maka kekuasaan itu barang panas ?
Atau kekuasaan itu hal memang harus diperebutkan
Seperti halnya perebutan antara yang hak dan yang batil

Perangkah ?
Demokrasikah ?
Ketokohankah ?
Apalagi cara untuk memperbutkan kekuasaan itu ?
Jadi seberapa jauh mengatakan kekuasaan itu adalah amanah ?

Ataukah ini semua hanyalah sebuah peperangan antara yang hak dan batil
Antara penindas dan yang tertindas bertopengkan perlindungan
Antara pendusta dan yang didusta bertopengkan janji-janji
Antara pecinta dan pejaja cinta bertopengkan sumpah setia

Lutut kami bergetar
Jiwa kami meriang
Berikan kami pentunjuk
Memilih Pemimpin kami
Menitipkan kekuasaan kami

22 Mei 2009

Mengkritisi Catatan Cawapres

Sebelumya mari kita ucapkan rasa bela sungkawa kita kepada korban Hercules, pesawat yang kesekian kalinya mendapatkan musibah, menelan korban sebanyak 102 orang meninggal dunia dan 12 orang yang selamat, sebuah tragedi yang sekarang ini pembahasannya sudah sampai kepada berbagai hal yang menyebabkan ini terjadi.
Dalam tulisan kali ini saya akan mencoba mengungkapkan pemikiran-pemikiran dari orang-orang yang ada di pinggir jalan tentang calon-calon pemimpin yang akan mereka pilih pada pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang akan datang untuk periode 2009 s.d. 2014 ke depan.

SBY Berbudi
“Lanjutkan”. Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) adalah seorang sosok yang amat dipandang, dalam pemilihan Presiden pada tahun 2004 sosok SBY begitu populer di kaum wanita dengan ketampanannya dan bagi sebagian masyarakat Indonesia dengan wibawanya. Sosok suku Jawa yang dianggap mampu untuk dapat mengelola negara ini dengan baik, disamping kerinduan masyarakat pada waktu itu dengan kepemimpinan Soeharto dibalik kekurangannya. Pada tahun itu juga SBY juga telah menggandeng seorang Jusuf Kalla secara pribadi, bukan dari institusi Golkar. Sebuah keputusan yang cukup strategis pada waktu itu, ini ditandai dengan berhasilnya JK mengambil kepemimpinan Golkar dari Akbar Tanjung. Sehingga lengkap sudah kepiawaian SBY untuk menggalang kekuatan dari Parlemen dan masyarakat.
Bahkan dalam pemerintahannya seca makro perekonomian sudah cukup ada kemajuan yang berarti dan keamanan dalam negeri cukup baik, dibalik teriakan-teriakan bahwa sektor real masih belum terlayani dengan baik. Yang cukup membanggakan lagi adalah masuknya SBY ke dalam 100 tokoh yang berpengaruh di dunia pada majalah TIMES, dibalik kekurangannya ini merupakan sebuah kebanggaan buat bangsa Indonesia.
Tapi, dimasa kepemimpinannya kerap kali terdengar adanya 2 matahari dalam kabinetnya, yaitu SBY dan JK, walau itu merupakan pembagian tugas yang sudah disepakati bersama oleh mereka berdua. Bahkan terkesan untuk urusan perekonomiannya JK lebih berperan dibandingkan dengan SBY. Bagi sebagian masyarakat ini adalah pembagian tugas yang amat baik karena JK yang betul-betul mengetahui permasalahan pasar dan kemandirian perekonomian bangsa dan SBY yang seorang ahli strategi hingga membawa bangsa ini sebagai bangsa yang kemudian dihargai oleh bangsa-bangsa lainnya di dunia. Sehingga pecah kongsinya mereka amat disayangkan oleh banyak pihak dan golongan karena mereka menganggap ini merupakan kombinasi yang luar biasa, SBY dengan pemikiran strategiknya sehingga terkedan lamban dan berhati-hati dan JK sebagai problem solver yang cepat dan berani mengambil resiko.
Sehingga pecah kongsi ini menyebabkan masyarakat ingin mengetahui siapa pendamping SBY ke depannya. Karena karakter kepimpinan SBY yang selama ini ada dalam benak masyarakat adalah seorang pemimpin yang tegas namun harus didukung oleh orang-orang yang berani mengambil keputusan dengan cepat untuk menutupi sifat kehatian-hatian dari SBY, serta bawahan yang mau menjadi bamper dalam setiap kebijakan yang kurang populis karena SBY adalah orang yang ingin selalu menjaga imagenya dihadapan orang banyak.
Hal itulah yang menyebabkan kekecewaan pada berbagai komponen masyarakat ketika SBY memilih Boediono sebagai pendampingnya, karena Boediono dianggap seorang yang mempunyai karakter yang sama dengan SBY, sehingga ditakutkan akan menyebabkan roda pemerintahanya tidak berjalan dengan cepat dan efektif serta tidak adanya sebuah inovasi-inovasi dalam membangun negara ini, lebih kepada menjada stabilitas negara saja dalam berbagai bidang.
Sosok Boediono memang dikenal dengan kesederhaannya dan kemauannya dalam bekerja keras, namun ia juga identik dengan kebijakan ekonomi neoliberal yang seringkali diisukan. Bahkan ada yang mengisukan ia merupakan kelompok Berkeley, sebuah komunitas yang memang sengaja sudah dipersiapkan untuk kepentingan asing dalam menelurkan berbagai kebijakan. Kelompok yang diberikan berbagai fasilitas dan kehormatan dalam berbagai komunitas untuk kemudian hari mendukung kebijakan pro asing atau liberalisme. Sosok ini juga dikenal sebagai sosok yang teks book dan ahli dalam menjaga stabilitas sehingga dianggap kurang berani dalam mengambil keputusan-keputusan dengan cepat atau terobosan-terobosan baru.
Sosok Boediono amat jauh berbeda dengan sosok JK, memang dalam kenyataannya adalah apa yang didapatkan dalam dunia teks book ternyata tidak sesuai dengan kenyataan yang ada pada realitasnya. Sosok Boediono dianggap sebagai sosok yang akan mudah di dikte oleh asing karena seorang ekonom yang merupakan didikan barat dan bukan seorang pengusaha yang mengetahui betul permasalahan real di lapangan tentang ekonomi kerakyatan. Inilah sebenarnya yang menjadi permasalahan utama dari sosok Boediono.
Kombinasi SBY Berbudi inilah kemudian dianggap akan membahayakan negara ini menjadi anak emas asing dengan paham neoliberalismenya. Seorang SBY bukan sosok ekonom sehingga ia memerlukan yang mendampinginya itu pro kepada rakyat, namun sampai saat ini dalam kepemerintahan SBY-JK ternyata yang betul-betul bisa mempertahankan ekonomi pro rakyat hanya JK, inilah yang sepertinya ditakutkan oleh beberapa komponen masyarakat.
Walau dalam kenyataannya wacana yang digunakan untuk mereka yang pro liberalisme mengatakan bahwa ini hanyalah sebuah ketidakmampuan dari pengusaha-pengusaha Indonesia untuk dapat bersaing dengan perusahaan-perusahaan asing lainnya.
Sehingga ke depannya kepemerintahan SBY Berbudi ini memang akan sedikit neoliberalisme dengan harapan mampu melindungi ekonomi kerakyatan sekaligus mampu untuk mengundang investor-investor dengan kemudahan-kemudahan dalam masuk ke Indonesia untuk melakukan kegiatan ekonomi. Yang sebenarnya ini sudah dilakukan pada masa Soeharto dahulu, ketika itu kita memang sudah betul-betul masuk ke dalam integrasi perekonomian dunia sehingga terkesan kuat namun ditopang dengan hutang yang amat banyak, dan ketika ada sebuah kesalahan maka terjadi kekolapan yang juga luar biasa. Sebuah konsep perekonomian yang juga seperti gunung es, dengan harapan ketika lebih pro kepada etnis China dalam pengembangan perekonomian diharapkan dapat menggairahkan tenaga kerja sekaligus dapat mengontrolnya dengan lebih mudah. Yang ditakutkan pada masa SBY Berbudi adalah bukan etnis China yang nanti akan diberi kekhususan, namun semuanya dapat masuk dengan mudah sehingga negara ini ditakutkan tergadai karena ketidasiapan SDM untuk dapat berkompetisi dari mereka yang ada di negara ini. Dan tentunya ini tidak sesuai dengan UUD 1945 yang sama sekali bukan ekonomi neoliberalisme.
Namun, sekali SBY sebagai seorang ahli strategi mencoba mengkouter hal tersebut dengan tetap meyakinkan dengan merangkul Partai-partai Islam dalam koalisinya seperti PKS, PPP, PKB dan PAN, walau hampir kesemua partai tersebut terbelah dukungan yang diberikan.
Di luar konteks itu adalah kedua-duanya merupakan suku Jawa, yang sering kali dianggap kurang merepresentasikan nasionalisme dari NKRI, bahkan bagi sebagian komponen dari bagian Islam melihat karakter Boediono bukan bagian dari Islam. Dan isu-isu inilah yang nanti akan menjadi bahan kampanye dari masing-masing tim sukses.

JK – Wiranto
“Lebih cepat lebih baik”, inilah yang selalu dikatakan oleh JK dalam kampanyenya. Dan ini memang selalu dapat terealisasikan dalam setiap perbuatannya. JK – Wiranto merupakan Cawapres yang pertama kali mendeklarasikan dirinya, bahkan setelah mendeklarasikan dirinya dengan cepat ia melakukan pendekatan-pendekatan kepada kampanye-kampanye ke berbagai komponen masyarakat.
JK semenjak menjadi Wapres memang telah menempatkan dirinya menjadi sosok yang sederhana, ini terlihat dari pakaian-pakaian yang digunakannya. Dan kerap kali ia mengatakan bahwa sejak 10 tahun ia sudah melepaskan profesinya sebagai seorang pengusaha, walau itu tidak bisa dilepaskan bahwa ia pernah menjadi pengusaha.
Selain seorang pengusaha ia juga terkenal sebagai tokoh Agama yang berasal dari kalangan NU, dan terdengar aktif dalam berbagai kegiatan agama.
Dan yang lebih menarik sekarang ia telah merangkul golongan nasionalis, dengan isu-isu neo leberalisem dan ekonomi kerakyatan yang di canangkannya serat pengalaman-pengalamannya sewaktu menjadi Menkokesra dan Wapres, ini adalah sungguh menarik. Dan sebelumnya juga ia telahj menunjukkannya menjadi seorang problem solver dalam masalah Aceh dan Poso serta banyak lagi pertikaian yang terjadi di Indonesia.
Seorang sosok yang ingin mencoba membumi.
Wiranto denga slogannya “Hati Nurani Rakyat”, sebuah slogan yang menginginkan perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat, merasa kebijakan Pemerintah sudah tidak lagi sesuai atau pro rakyat.
Wiranto dikenal sebagai tokoh TNI yang loyal kepada pimpinan dan nasionalis yang tinggi, ini terbukti ketika Mei 1998 ia telah mengambil sebuah loyalitas kepada Negara untuk menyerahkan mandat kepada masyarakat walau pada waktu itu kedudukannya adalah sama seperti Soeharto pada era Soekarno. Namun, ia juga terkena kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Tim-tim walau kemudian permasalahan ini sudah diselesaikan dengan perjanjian bilateral antara Tim-tim dan NKRI.
Wiranto yang pernah menjadi Capres pada tahun 2004 melalui Golkar namun kalah, karena berbagai trik dari elit Golkar sehingga kapasitasnya menjadi lemah. Ini pulalah yang menyebabkan ia keluar dari Golkar dan membentuk Partai HANURA dengan capaian pemilih hampir sampai 4%.
Diluar elit partai Islam dan nasionalis, maka yang pro nasionalism dan Islam sepertinya akan memilh pasangan ini dari pada SBY Berbudi dengan berbagai pertimbangan di atas tersebut, atau sebut saja karena wacana neoliberalism yang kini membahana, begitu juga kiranya dengan para Pengusaha.
Selain itu pasangan ini juga sudah mewakili Jawa dan Non Jawa, TNI dan Sipil, Pengusaha dan Nasionalis serta unsur Agama. Walau kita kerap kali mencoba menghilangkan unsur-unsur ini tapi terkadang pada tingkat grassroot masayarakat masih peduli dengan hal tersebut.
Dan potensi inilah yangm menurut saya akan membahayakan SBY Berbudi yang sekarang ini terlihat begitu percaya diri dengan hasil survey, karena unsur perwakilan yang melekat pada pasangan JK – Win.

Mega – Pro
“Wong Cilik dan Ekonomi Kerakyatan”. Sejak awal munculnya ia di dunia politik sejak zaman Orde baru, Megawati merupakan seorang sosok yang termarginalkan dan membawa kharisma Bung Karno pada dirinya. Ia kemudian menjadi ikon perjuangan wong cilik pada masa kejatuhan Soeharto, dan inilah yang menyebabkan PDI Perjuangan berhasil memenangkan Pemilu pada tahun 1999 dengan angka yang cukup fantastis.
Namun, kemenangan PDI P tidak lantas memenangkan dirinya menjadi Presiden, karena pada kenyataannya yang diusung adalah Abdurrahman Wahid – Megawati, yang akhirnya dimenangkan pasangan tersebut dalam 2 kali putaran.
Akan tetapi, baru setahun menjabat Presiden, Gus Dur akhirnya dilengserkan sehingga Mega menjadi Presiden NKRI yang keempat dan bertahan sampai tahun 2004. Pada masa inilah rakyat telah menilai berbagai kebijakan Mega, seperti mengatakan nasionalis akan tetapi banyak atau beberapa aset negara yang dijual kepada asing dengan berbagai macam alasan, dan kambing hitamnya adalah Laksamana Sukardi, padahal itu adalah dibawah kepemimpinan Mega. Banyak hal yang pada masa Megawati bertolak belakang dengan apa yang namanya “Wong Cilik”.
Hebatnya lagi ketika tahun 2004 kalah dengan SBY dalam pilpres, Mega mengambil posisi sebagai oposisi untuk mengkritisi SBY, tapi pada 2009 malah suaranya turun. Ini sepertinya menandakan bahwa animo masyarakat kepada Mega sudah jauh berkurang, karena ia merupakan partai oposisi berarti tidak berhasil dalam memberikan keyakinan kepada masyarakat. Dan seharusnya ini menjadi perhatian dari Megawati.
Kemudian untuk Prabowo, seorang TNI sekaligus seorang Pengusaha, dalam karir militernya Prabowo pernah dianggap memanfaatkan Soeharto, sebagai menantunya, untuk mendongkrak dengan cepat karir militernya. Dan kerap kali ia melakukan hal-hal yang diluar struktur militer, terakhir terbukti dari di nonaktifkan dirinya karena menculik aktifis Mei 1998. Sehingga ia dikenal sebagai sosok yang ambisius.
Ini juga terlihat dari bersatunya Mega – Pro memakan waktu yang amat lama dan terkesan ada pemaksaan terhadap Mega, ini merupakan salah satu kelemahan dalam berpasangan. Karena yang menjadi Presiden adalah Mega bukan Prabowo, maka kedepannya hanya akan terjadi 2 matahari, tapi tidak seperti SBY – JK yang saling melengkapi, pasangan ini ada kemungkinan akan saling menjatuhkan atau Mega akan terkalahkan kebijakannya, tapi sudah barang tentu kroni Mega akan melakukan perlawanan, tentunya pemerintahan menjadi tidak efektif.
Yang menarik untuk dijadikan wacana lagi adalah kekayaan dari Prabowo yang luar biasa, dan masyarakat juga tidak tahu sepak terjangnya sebelum mencalonkan diri menjadi Cawapres atau mendirikan partai, sehingga kesan ambisi masih melekat pada dirinya walau kemudian ia mengatakan ekonomi pro rakyat. Waktunya terlalu cepat.

Komentar Rakyat
“Saya maunya aman, bisa cari uang,”. Inilah point penting yang diinginkan oleh rakyat pada umumnya, mereka tidak terlalu memikirkan perekonomian kita seperti apa. Keamanan. Mereka mendapatkan itu dari SBY, kestabilan, tapi mereka juga menginginkan terobosan-terobosan, terlebih lagi pada masa krisis dunia seperti ini. Tapi jangan lupa sosok SBY juga melekat pada Wiranto ditambah dengan ketegasannya.
“Yang mana saja, yang penting sekolah gratis,”. Point ini penting, terlihat rakyat kurang peduli dengan siapa dia akan memilih, tapi terlihat pula sosok SBY yang telah memberikan pendidikan gratis semasa kepemerintahannya. Selain melekat kepada SBY ini juga melekat kepada JK, karena mereka dalam satu keperintahan.
“Saya cuma mau pemerintah yang bersih, tidak korupsi,”. Kembali SBY dan JK menjadi pilihan rakyat pada umumnya, karena mereka tergolong bersih dan mau berjibaku untuk pemberantasan korupsi. Dan ini rasanya masih perlu dibuktikan oleh pasangan Mega – Pro, khusus Pro mereka mempertanyakan begitu jor-jorannya Prabowo dalam mengeluarkan uangnya, sehingga mau tidak mau rakyat berpikir ia terlalu berambisi dan ambisi itu menurut mereka tidak baik.
“Kami tidak mau di bawah asing, ada kemandirian nasional dan pro rakyat miskin,” Inilah yang kemudian menjadi isu besar dari persaingan ketiga pasangan, karena bila dilihat dari hal ini maka pasangan Mega – Pro sepertinya lebih mendekatinya, namun terbentur oleh track record Megawati. Sedangkan kembali JK – Win mendapatkan angin karena JK bisa berkelit bahwa kebijakan yang pro rakyat adalah kebijakan yang diusulnya sedangkan biaya tinggi adalah kebijakan dari Tim Ekonomi SBY yang tidak bisa dia cegah.

Kesimpulan
Semuanya tergantung kepada pilhan hati untuk memilihnya, dan ini berpengaruh kepada masa depan kita, karena saat inilah kita bisa sejajar dengan bangsa lain bila pada jalur yang benar atau kita menjadi ketinggalan kembali. Saat ini adalah dimana bangsa-bangsa yang maju mengalami masalah ekonomi yang luar biasa, dan saatnya kita dapat mengejar ketertinggalan dengan kemampuan kita sendiri, memperjuangkan nasionalisme kita sendiri dan punya daya tawar untuk kepentingan bangsa dan negara.
Atau kita menjadi anak kesayangan asing dengan harapan bantuan dari mereka, mendapatkan kesempatan untuk berperan dalam dunia internasional akan tetapi dengan agenda dari asing.
Wallahu’alam bishowab.

Mengkritisi 10 Dosa Besar Demokrasi

Alasan pertama, sistem ini membuat kita lengah akan tabiat pergolakan antara jahiliyah dan Islam, antara haq dan batil, karena keberadaan salah satu di antara keduanya mengharuskan lenyapnya yang lain, selamanya tidak mungkin keduanya akan bersatu. Barangsiapa mengira bahwa dengan melalui pemilihan umum fraksi-fraksi jahiliyah akan menyerahkan semua institusi-institusi mereka kepada Islam, ini jelas bertentangan dengan rasio, nash dan sunan (keputusan Allah) yang telah berlaku atas umat-umat terdahulu.

"Tiadalah yang mereka nanti melainkan (berlakunya) sunnah (Allah yang telah berlaku) atas orang-orang yang terdahulu. Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapati perubahan bagi sunnatullah dan sekali-kali tidak (pula) akan mendapati perpindahan bagi sunnatullah itu." (Surat Faathir: 43)

Kritisi alasan pertama, hal yang perlu diketahui bahwa perkembangan agama Islam di bumi dengan menggunakan metode da’wah, dalam da’wah sudah jelas bahwa Rosulullah SAW hanya seorang pertama kalinya dalam mengembangkan Dinul Islam di bumi ini, kemudia ia menyebarkannya dengan berda’wah. Ketika golongan muslim masih sedikit maka pertemuan-pertemuannya secara sembunyi-sembunyi, ketika sudah semakin besar dan terlihat ada tanda-tanda kaum muslim ditekan maka ada saatnya untuk hijrah ke tempat yang lebih kondusif dalam pengembangan agama Islam tersebut, ketika sudah besar maka bersikap tetap sebagai penda’wah dan mengayomi orang-orang muslim serta memerangi orang-orang yang menindas kaum muslim.
Terlihat jelas bahwa jumlah dan kondisi amat mempengaruhi setiap perjuangan Islam, dan disitulah peran dari makhluk yang namanya demokrasi itu bermain. Dalam pemikiran saya sebuah perjuangan tanpa harus menggunaka senjata untuk memperjuangkan apa yang diyakini dan dapat diterapkan pada masyarakat yang mendukungnya. Sekaligus sebagai alat untuk mengingatkan kita semua bahwa ada golongan-golongan yang menjadi mayoritas dan golongan minoritas.
Dalam pemikiran saya pribadi Islam adalah sebuah demokrasi sempurna, konsep Ilahiah, sebuah konsep yang memang diturunkan untuk menjadikan bumi menjadi lebih makmur. Nah, perjuangkanlah konsep itu melalui demokrasi tanpa harus mengangkat senjata.

Alasan kedua, sistem demokrasi ini akan menyebabkan terkikisnya nilai-nilai aqidah yang benar yang diyakini dan diamalkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dan para sahabatnya yang mulia, akan menyebabkan tersebarnya bid'ah, tidak dipelajari dan disebarkannya aqidah yang benar ini kepada manusia, karena ajaran-ajarannya menyebabkan terjadi perpecahan di kalangan anggota partai, bahkan dapat menyebabkan seseorang keluar dari partai tersebut sehingga dapat mengurangi jumlah perolehan suara dan pemilihnya.

Kritisi alasan kedua, setiap perjalanan sebuah upaya untuk mencapai tujuan diperlukan sebuah organisasi dalam bentuk apapun, karena ada sebuah hadist Nabi yang mengatakan bahwa kejahatan yang terorganisasi dapat mengalahkan kebenaran yang tidak berorganisasi. Saat ini salah satu organisasi yang mampu memberikan kita kuasa untuk mencapai tujuan adalah sebuah Partai. Yang perlu dipikirkan sekarang adalah bagaimana menyatukan partai-partai Islam untuk bersatu, atau bagaimana membesarkan salah satu partai yang memang betul-betul Islam yang dilihat dari sistem pada partai atau organisasinya, kaderisasinya, istiqomahnya, dan beberapa faktor lainnya. Kemudian akan terlihat bahwa yang memilih yang hak dan memilih yang batil, tidak ada lagi area abu-abu, namun dengan cara yang santun dan elegan bukan dengan kekerasan.
Perpecahan dan hilangnya suara pada sebuah partai adalah hal yang biasa, karena manusia adalah selalu berubah-ubah, keimanan dan keyakinan seseorang selalu berubah-ubah, itulah pentingnya kaderisasi dalam sebuah partai atau organisasi.

Alasan ketiga, Sistem demokrasi tidak membedakan antara orang yang ‘alim dengan orang yang jahil, antara orang yang mukmin dengan orang kafir, dan antara laki-laki dengan perempuan, karena mereka semuanya memiliki hak suara yang sama, tanpa dilihat kelebihannya dari sisi syar'i. padahal Allah Ta'ala berfirman:

"Katakanlah! Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui." (Surat Az-Zumar: 9)

Dan Allah Ta'ala berfirman:

"Maka apakah orang yang beriman itu sama seperti orang yang fasiq? Mereka tidaklah sama." (Surat As-Sajdah: 18)

Dan Allah Ta'ala berfirman: "Maka apakah Kami patut menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir)? Mengapa kamu berbuat demikian, bagaimanakah kamu mengambil keputusan?" (Surat Al-Qalam: 35-36)

Dan Allah Ta'ala berfirman:

"Dan anak laki-laki (yang ia nadzarkan itu) tidaklah seperti anak perempuan (yang ia lahirkan)." (Surat Ali Imran: 38)

Kritisi alasan ketiga, yang hanya bisa saya katakan adalah inti dari da’wah adalah bagaimana membawa pengaruh kepada orang lain, jadi mari kita dapat berpikir lebih kritis dan cerdas lagi jangan terlalu sempti dengan mengatakan bahwa adalah berbeda antara orang mumin dengan orang tidak mumin. Keberhasilan seorang muslim adalah ketika ia menjadi panutan dan ikutan dari orang banyak bukan lantas ia tidak menghargai orang-orang yang tidak sejalan dengan dirinya, ini perlu dicamkan.
Bagi Allah SWT memang orang beriman lebih disisiNya, tapi perlu juga diingat ada yang namanya Hablumminallah dan Hablumminannas, ketika kita berbicara untuk hablumminallah saya setuju dengan alasan ketiga ini, tapi ketika berbicara hablumminannas maka perlu dikaji ulang.
Allah SWT tentunya bisa dengan mudah dapat mengislamkan semua orang yang ada di muka bumi ini, tapi ini tidak Ia lakukan. Yang Allah lakukan adalah Ia memberi contoh dengan makhluk yang namanya Iblis, menurunkan utusan-utusan Nya untuk bisa menegakkan kalimat Laa Ilaha Illallah. Tentu dari sini semua ia hendak mengajarkan kepada kita semua arti dari da’wah dan jihad, bagaimana sebuah seni untuk menegakkan agama Allah dimuka bumi ini.
Kemenangan seorang muslim adalah ketika ia bisa menjadi panutan atau uswatun sekaligus bisa menjadi khalifah disekelilingnya, bukan lantas kemudian menutup diri dan mengatakan bahwa saya adalah manusia yang mempunyai kelebihan dibandingkan manusia lainnya, sifat sombong inilah yang telah membawa iblis ke dalam api neraka. Iblis pernah menjadi makhluk yang sangat alim, namun ketika manusia diciptakan dan diangkat menjadi khalifah bumi sehingga ia harus bersujud kepada Adam, ia menolak dan rela menjadi simbol kejahatan di muka bumi ini.

Alasan ke empat, sistem ini menyebabkan terjadinya perpecahan di kalangan para aktivis dakwah dan jamaah-jamaah Islamiyah, karena terjun dan berkiprahnya sebagian dari mereka ke dalam sistem ini (mau tidak mau) akan membuat mereka mendukung dan membelanya serta berusaha untuk mengharumkan nama baiknya yang pada gilirannya akan memusuhi siapa yang dimusuhi oleh sistem ini dan mendukung serta membela siapa yang didukung dan dibela oleh sistem ini, maka ujung-ujungnya fatwa pun akan simpang-siur tidak memiliki kepastian antara yang membolehkan dan yang melarang, antara yang memuji dan yang mencela.

Kritisi alasan keempat, kembali kepada Al Qur’an dan Al Hadist serta mengutamakan kepentingan umat bukan kepentingan pribadi atau golongan.

Alasan kelima, Di bawah naungan sistem demokrasi permasalahan wala' dan bara' menjadi tidak jelas dan samar, oleh karenanya ada sebagian orang yang berkecimpung dan menggeluti sistem ini menegaskan bahwa perselisihan mereka dengan partai sosialis, partai baath dan partai-partai sekuler lainnya hanya sebatas perselisihan di bidang program saja bukan perselisihan di bidang manhaj dan tak lain seperti perselisihan yang terjadi antara empat madzhab, dan mereka mengadakan ikatan perjanjian dan konfederasi untuk tidak mengkafirkan satu sama lain dan tidak mengkhianati satu sama lain, oleh karenanya mereka mengatakan adanya perselisihan jangan sampai merusakkan kasih sayang antar sesama!!

Kritisi alasan kelima, kedudukan al-wala’ wal bara’ dalam Islam sangatlah tinggi, karena dialah tali iman yang paling kuat.
Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam: “Tali iman paling kuat adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah.” (HR. Ibnu Jarir)
Adalah benar ketika kita bersikap keras kepada orang-orang kuffar dan bersikap lemah lembut kepada orang-orang muslim, ketika kita memilih orang-orang kaffir menjadi pemimpin kita maka kita sudah barang tentu menjadi golongan dari mereka.
Dalam demokrasilah bisa mengaktualisasikan diri untuk al Wala’ wal Bara’, disitulah kita umat Islam bisa mempersatukan diri, tapi bedakan ketika kita melakukan sebuah kerjasama atau sebuah perjanjian dengan pihak non muslim. Disaat melakukan kerjasama atau perjanjian maka setiap muslim diharuskan memegang teguh perjanjiannya dan selalau mendahulukan kepentingan umat muslim.

Alasan ke enam, Sistem ini akan mengarah pada tegaknya konfederasi semu dengan partai-partai sekuler, sebagai telah terjadi pada hari ini.

Kritisi alasan ke enam, setiap muslim harus bisa memegang janjinya seperti yang terjadi pada Perjanjian Madinah, sebuah perjanjian antara kaum muslimin dengan kaum yahudi, nasrani dan kuffar. Perjanjian yang menyelamatkan kepentingan-kepentingan bagi umat Islam sekaligus menghormati kaum-kaum non muslim. Semuanya tergantung kemampuan lobby dari orang Islam itu sendiri dan memikirkannya untuk kepentingan umat muslim terlebih dahulu.

Alasan ke tujuh, sangat dominan bagi orang yang berkiprah dalam kancah demokrasi akan rusak niatnya, karena setiap partai berusaha dan berambisi untuk membela partainya serta memanfaatkan semua fasilitas dan sarana yang ada untuk menghimpun dan menggalang massa yang ada di sekitarnya, khususnya sarana yang bernuansa religius seperti ceramah, pemberian nasehat, ta'lim, shadaqah dan lain-lain.

Kritisi alasan ke tujuh, hal yang wajar ketika kader-kader dari partai Islam menggunakan sarana-sarana masjid untuk berda’wah, yang lebih penting lagi adalah bagaimana kekonsistenan dari Partai Islam tersebut dalam tujuan da’wahnya. Partai Islam yang baik adalah partai yang tidak pernah lepas dalam setiap gerakannya dengan ideologi keislamannya, pemikiran Islamnya bukan kepada kepentingan pribadi atau golongan. Hal yang menarik dari partai Islam adalah sebuah identitas yang jelas dengan keislamannya dan identitas yang jelas tentang nasionalismenya.

Alasan ke delapan, (Terjun ke dalam kancah demokrasi) juga akan mengakibatkan rusaknya nilai-nilai akhlaq yang mulia seperti kejujuran, transparansi (keterusterangan) dan memenuhi janji, dan menjamurnya kedustaan,berpura-pura (basa-basi) dan ingkar janji.

Kritisi alasan ke delapan, Rosulullah dalam menjalankan dawahnya atau sebut saja politiknya bisa mengusung nilai-nilai moralitas tersebut, rasanya seorang muslimpun akan mampu untuk melakukannya karena semuanya tertera dalam Al Qur’an dan Al hadist. Jangan salahkan demokrasinya tapi berarti muslim yang menjalankan demokrasinya itu yang tidak berkualitas. Padahal jika mereka mampun menjadi uswatun maka rasanya virus-virus tersebut akan terjangkit kepada poltikus lainnya. Di Indonesia sendiri ada contoh politikus-politikus islami seperti Buya Hamka, Moh Natsir dan banyak lainnya yang bisa dijadikan sebagai contoh.

Alasan ke sembilan, demikian pula akan melahirkan sifat sombong dan meremehkan orang lain serta bangga dengan pendapatnya masing-masing karena yang menjadi ini permasalahan adalah mempertahankan pendapat. Dan Allah Ta'ala telah berfirman:

"Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada di sisi mereka (masing-masing)." (Surat Al-Mukminun: 53)

Kritisi alasan ke sembilan, sombong bukan Islam dan demokrasi sesungguhnya tidak pernah mengajarkan kesombongan bagi muslim, akan tetapi saling menghargai dan saling mengayomi.

Alasan ke sepuluh, kalau kita mau mencermati dan meneliti dengan seksama, berikrar dan mengakui demokrasi berarti menikam (menghujat) para Rasul dan risalah (misi kerasulan) mereka, karena al-haq (kebenaran) kalau diketahui melalui suara yang terbanyak dari rakyat, maka tidak ada artinya diutusnya para Rasul dan diturunkannya kitab-kitab, apalagi biasanya ajaran yang dibawa oleh para Rasul banyak menyelisihi mayoritas manusia yang menganut aqidah yang sesat dan menyimpang dan memiliki tradisi-tradisi jahiliyah.

Kritisi alasan ke sepuluh, sama dengan kritisi alasan pertama.

Mencari Kemerdekaan

Kepala tertunduk melihat ketertindasan ini
Seperti kerbau yang terus di cocok hidungnya
Seperti anak manusia yang terus di doktrin
Semua menghilangkan arti diriku sebagai seorang manusia terhormat

Atas nama kemerdekaan kau telah menjajahku
Atas nama kebebasan kau telah membelengguku
Atas nama kepintaran kau telah membodohiku
Atas nama demokrasi kau telah bersikap seperti penjajah

Tetesan air mata tidak lagi kau pedulikan
Tetesan darah kau anggap sebagai martil perjuangan
Tetesan keringat kau anggap pengorbanan
Rintihan kesakita kau anggap sebagai nyanyian perjuangan

Ingin kugerakkan rencongku untuk membunuhmu kesombonganmu
Ingin kusergah lenganmu untuk menyadarkanmu
Ingin kutusuk hatimu dengan kata-kataku
Ingin kubuka pakaianmu memperlihatkan kemaluanmu

Kini hanya ketakutan yang terus menghampiriku dengan senyum sinisnya
Kini hanya kemunafikan yang melingkariku dengan tangisannya
Kini hanya rendah diri menutup wajahku dengan memelas
Kini hanya kebodohan yang terus bercinta dengan diriku

Darahku yang mendidih tengah menunggu saatnya keluar dari tubuhku
Suci jiwaku sepertinya menginginkan harga diriku kembali datang
Kehormatanku terus saja mengobarkan semangat perang sabil
Kecerdikkan meronta-ronta meminta saatnya untuk kembali di depan

Kau telah menghinaku dengan ancamanmu
Kau telah meremehkanku dengan kebohonganmu
Kau telah merendahkanku dengan menjadikanku pengecut
Kau terus menyodok mukaku dengan kotoran mu

Tuhan, haruskan aku terus bersabar dengan semua ini ?
Haruskah aku menjadi kambing selamanya ?
Haruskan aku seperti monyet yang hanya pandai bersorak ?
Atau menjadi seperti manusia yang bisa mengambil keputusan

Dimana engkau ya Tuhan ?
Tsunami datang telah menyebabkan banyak dari kami yang syahid
Perang Ashobiyah datang yang menyebabkan kami mati sia-sia
Datang Tuhan… Datang… Kami butuh pertolonganmu…

Mereka saudaraku Tuhan…
Haruskan aku menebas lehernya dengan rencongku ?
Haruskan aku menganggukkan kepada tapi tanganku terkepal ingin membunuhnya
Haruskah… haruskah… haruskah…

Kapan kami bebas dari semua ini ya Tuhan…
Kapan kami bisa menegakkan kepala kami
Kapan kami bisa terseyum kembali tanpa rasa takut
Kapan kami bisa membesarkan anak kami dengan tenang….

Saat ini hanya mata kami yang nanar menahan itu semua
Tapi kami takut, sebentar lagi rencong kami yang menebas leher mereka semua
Sebentar lagi 2 tangan kami yang menghancurkan kepala mereka
Sebentar lagi jari kami yang mencungkil sombongnya pandangan mereka

Lindungi kami Ya Tuhan…
Berikan kuasa Mu Ya Tuhan…
Jangan permainkan kembali bangsa kami Ya Tuhan…
Hanya kepada Mu kami berserah diri…

28 Maret 2009

Melihat Kembali Strategi Partai Aceh (PA)

Ketika membaca sebuah postingan yang berisikan wawancara antara salah seorang pendukung dari Partai Aceh yang mencoba menerangkan visi dan misi PA yang selama ini masih merupakan misteri menjadi terobati.
Bila disimpulkan dari wawancara tersebut adalah; pertama, PA itu tidak akan berkoalisi dengan partai lain baik lokal maupun nasional; kedua, menegakkan sebuah hukum yang berlandaskan kepada hukum pada zaman Iskandar Muda sesuai dengan budaya rakyat Aceh; dan ketiga, menegakkan KKR bagi korban konflik yang selama ini terjadi.

Rincian wawancaranya sebagai berikut:
Perundingan Helsinki yang dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan Gerakan Aceh Mardeka pada tanggal 15 Agustus 2005, yang nyaris gagal karena pihak GAM mempertahankan point 1.2.1. Lalu sepenting apa kehadiran partai lokal bagi Aceh?. Mengapa Partai Aceh harus menang?.Apa yang akan dilakukan oleh anggota parlemen hasil pemilu nanti ? Peuneugah Aceh melakukan wawancara dan merangkumnya untuk Anda:

Zulkifli alias Doly, Juru bicara Pusat Penguatan Perdamaian.

Apa hal yang pertama dilakukan oleh Partai Aceh setelah duduk diparlemen?

Bila dipemilu nanti Partai Aceh menang atau dominan menguasai Parlemen di Aceh,maka yang pertama kali dilakukan adalah membuat qanun atau undang-undang Pemerintahan Aceh sesuai dengan amanat MoU Helsingki. Qanun tersebut akan berpedoman pada meukuta Alam Al-Asyi. Dulunya Aceh pernah jaya di masa Sultan Iskandar Muda , dimana saat itu pemerintahan yang berpedoman hukum Meukuta Alam Al-asyi.

Apakah pembuatan undang undang tersebut tidak bertentangan dengan hukum yang sudah ada ?

Pembuatan atau merancang undang-undang baru di Aceh tidak akan bertentangan dengan undang-undang yang telah ada. Itu termasuk dalam amanat MoU yang telah disepakati bersama antara pemerintah RI dengan Gerakan Aceh Merdeka. Undang-Undang yang kita buat untuk Aceh yang sesuai dengan kehidupan rakyat Aceh, baik agama, sosial maupun budaya masyarakat Aceh itu sendiri. Dalam menjalankan undang-undang ini, kami akan mengutamakan bill of riat yaitu masyarakat yang menentukan aspirasinya sendiri. Kebijakan pemerintahan ada di tangan rakyat dan kami tidak mengedepankan daspora (pemaksaan kehendak). Jika Partai Aceh menguasai parlemen Aceh di 2009 ini, kami akan memperjuangkan harkat martabat dan HAM. Khusus di Aceh, kami akan merevisi Undang Undang yang berkaitan dengan KKR atau komisi kebenaran dan rekonsiliasi dan pengadilan HAM . Pengadilan HAM harus berjalan seperti yang tercantum di dalam MoU Helsinki.

Mengapa hal itu menjadi penting ?

KKR itu harus dijalankan di Aceh karena bisa mengatasi untuk tidak terulang dan terjadinya konflik kembali. Konsepnya seperti di Afrika Selatan. Cuma namanya saja yang berbeda. Setelah konflik Aparheid selesai, maka disitu ada TRC(Truth Of Commision) yang bertugas dan bisa menegakkan HAM. Kami juga dari Partai Aceh akan memperjuangkan KKR di Aceh karena lewat jalur itu bisa menjunjung tinggi HAM maupun harkat dan martabat rakyat Aceh.
.

Apa yang membedakan parlemen yang ada sekarang dengan parlemen yang diisi oleh Partai Aceh ?

Yang dapat kita lihat saat ini adalah, parlemen yang sekarang tidak membuat sebuah perubahan yang drastis terhadap masyarakat Aceh, padahal banyak janji-janji yang diberikan kepada rakyat selama kampanye oleh wakil rakyat selama ini. Sementara parlemen di masa yang akan datang, akan melakukan perubahan yang nyata terhadap masyarakat Aceh. Untuk memberi hasil yang nyata itu, ya seperti saya kata tadi, yaitu membuat Undang Undang.Selama ini, belum pernah masyarakat merasakan perubahan yang dilakukan anggota dewan dari partai nasional, karena mareka mengunakan atau hanya merevisi undang undang yang telah ada tanpa perubahan yang mendasar. Itu sudah menjadi komitmen kami, (Partai Aceh), untuk sebuah perubahan maupun hidup yang baru bagi masyarakat Aceh kedepan. Jadi, ini akan jauh berbeda antara parlemen sekarang dengan parlemen di masa yang akan datang.

Apakah perbedaan ataupun perubahan tersebut dapat dilakukan oleh partai lokal lain di luar Partai Aceh ?

Jika nanti parlemen dikuasai oleh partai lokal lain selain Partai Aceh, maka itu pun tidak jauh berbeda seperti partai nasional yang selama ini. Saya sangat pesimis akan ada perubahan yang berarti di Aceh. Dan Aceh tetap seperti Aceh yang dulu.

Bukankah Partai Aceh dapat melakukan koalisi dengan partai lokal lain sehingga memperoleh suara mayoritas ?

kami tidak akan pernah mau berkoalisi walaupun itu dengan partai lokal lain karena mareka tetap akan berkoordinasi dengan Partai Nasional.Dengan kata lain, partai lokal selain Partai Aceh adalah perpajangan tangan partai nasional sehingga tidak mungkin kami berkoalisi.

Itu berarti Partai Aceh harus mempoleh suara terbanyak sehingga menjadi mayoritas di parlemen,lantas bagaimana peluang Partai Aceh untuk menjadi pemenang ?

Kita sangat menyadari bagaimana upaya pemburukan citra yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu terhadap para kombantan, baik secara tersadari atau tidak. Semuanya itu adalah untuk memberi image yang negatif, sehingga membuat simpati rakyat akan berkurang dan berdampak pada pemilu. Walaupun demikian, kami yakin, kami akan menang dan menguasai parlemen pada pemilu 9 April nanti. Kami sudah melakukan sosialisasi kepada masyarakat, baik yang ada di kota maupun di pelosok-pelosok untuk mengungguli kursi di parlemen nantinya. Kami melihat,antusias masyarakat terhadap Partai Aceh luar biasa karena masyarakat Aceh ingin melihat perubahan yang nyata yang belum pernah dirasakan selama ini.(tim Peuneugah Aceh )


Benarkah ? “PA Tidak Berkoalisi Dengan Partai Manapun”
Ketika membaca statement ini maka terlihat jelas bagaimana keegoismean Partai Aceh yang tidak akan melakukan koalisi dengan partai manapun baik lokal maupun nasional, ini bisa dianggap sebuah bentuk tingkat kepercayaan diri yang terlalu tinggi, bentuk dari sebuah egoism yang menurut saya kebablasan. PA masih saja berpikir bahwa ia akan memenangkan Pemilu ini dengan mutlak, memasang target yang antusias sekali seolah-olah tidak memerlukan partai lain dalam perjuangannya.
Selain keegoismean juga terlihat kebodohan PA sebagai partai politik, sekaligus kepintarannya juga. Menarik bukan untuk dikaji bagaimana sesungguhnya strategi ini akan dibawa kemana oleh PA.
Perolehan suara PA di daerah ALA dan ABBAS kemungkinan besar PA tidak akan memperoleh suara yang signifikan, walaupun mereka nantinya akan melakukan serangan fajar yang sudah barang tentu daerah ALA dan ABBAS akan mempersiapkan diri untuk menghadapinya kelak. Pada daerah ALA dan ABBAS sepertinya partai nasional akan menguasai percaturan politik, seperti daerah ALA dan ABBAS. Sebuah daerah yang merasa dengan adanya GAM/KPA/PA maka kehidupan mereka menjadi tidak lebih baik lagi, belum lagi suku Jawa yang sudah mendiami beberapa daerah yang kini sudah menjadi kampung sendiri untuk tidak memilih GAM/KPA/PA tersebut.
Keegoismean PA ini juga akan mengakibatkan pengarahan sebuah bentuk wacana dari ketidakpercayaan antara partai lokal sendiri atau bisa saja merupakan sebuah strategi atau politik untuk dapat memberikan suara masyarakat kepada partai lokal lain yang tidak sejalan dengan PA bukan kepada Parnas karena parlok-parlok yang ada sekarang sudah dibuat sedemikian rupa untuk bisa menyerap seluruh aspirasi rakyat Aceh dengan berbagai macam ideology atau sehingga sebutannya ”Asal Bukan Parnas”.
Bila usaha pengarahan suara kepada parlok ini gagal maka isu egoism dari PA ini akan dapat menyatukan atau koalisi antara Partai Lokal selain PA dengan partai nasional lainnya sebagai upaya bentuk dari penyatuan visi dan misi mereka. Yang perlu diingat adalah bahwa pada akhirnya adalah PA akan tetap berkoalisi dengan semua partai tersebut dengan sebuah kenyataan bahwa partai-partai lokal lain yang sebenarnya seide dengan PA telah saling berkoalisi dengan partai nasional. Harapan dari PA dengan berkoalisinya mereka dengan parnas diharapkan PA bisa menggolkan apa yang sebenarnya menjadi keinginannya.
Jadi apa yang dilakukan oleh PA dengan statement ini merupakan strategi untuk bisa menguasai parlemen dengan berusaha ‘seolah-olah tidak mau koalisi’, padahal inti tujuannya adalah menarik suara ke partai lokal lainnya atau mengkoalisikan parlok dan parnas sehingga mereka bisa membuat komitmen kepentingan mereka.

Benarkah ? “Menegakkan Hukum Sesuai Dengan Hukum Iskandar Muda”
Setelah mengupas strategi yang digunakan PA dengan statementnya untuk meraih suara dari berbagai komponen masyarakat, kini kita akan coba kupas upaya PA menarik simpati masyarakat dengan sebuah janji menegakkan hukum seperti zaman Iskandar Muda.
Bila kita melihat sejarah maka hukum yang akan ditegakkan adalah sebuah bentuk Negara federasi yang terdiri dari berbagai pemerintahan-pemerintahan otonom yang luas dengan menggunakan hukum islam di dalamnya atau dengan sebutan demokratisasi Islam. Sebuah sistem Kesultanan Islam di bumi serambi Mekkah tersebut. Bahkan bisa juga dikatakan dengan mendekati hukum ”Wahabiah”, karena dalam sejarah dapat terlihat bagaimana Iskandar Muda begitu keras dengan “penjajah” atau “kuffar” atau “asing” pada waktu itu baik dari segi perdagangan maupun dari segi kebudayaan. Dan inilah yang membuat Iskandar Muda begitu ditakuti oleh kerajaan lain karena kemandiriannya dan karena ketegasannya yang tentunya tidak bergeser sedikitpun dari ayat suci Al Qur’an sesuai dengan adat istiadat rakyat Aceh yang berdasarkan Kitabullah dan Hadist Nabi Muhammad SAW.
Bila ini menjadi sebuah janji dari PA maka partai-partai Islam tentunya akan menjadi bagian dari perjuangan ini, karena partai-partai Islam tentunya juga menginginkan hal yang sama untuk berdirinya syariat Islam di Aceh sesuai dengan cita-cita mereka untuk menjadikan Aceh sebagai contoh sebuah daerah di Indonesia yang berdasarkan syariah Islam.
Tapi yang terjadi adalah bahwa PA tetap saja tidak bisa bersatu dengan partai Islam lainnya, bahkan mereka cenderung eksklusif dengan menolak berkoalisi dengan partai manapun yang ada atau ideology manapun dengan alasan menginginkan perubahan yang terjadi di Aceh. Disini kita akan melihat bagaimana nasionalisme atau kesukuan Aceh yang amat tinggi bermain untuk bisa mendapatkan simpati dari rakyat Aceh pada umumnya. Menurut saya ini sama saja dengan sebuah konsep “Penjajah Jawa – Indon”, namun dalam bentuk gerakan politik, dan sekali lagi ini sama sekali tidak sesuai dengan karakteristik rakyat Aceh yang lebih mendahulukan Islam dibandingkan apapun bagi mereka yang sudah berabad-abad terpatri di dada semua rakyat Aceh.
PA kembali dalam dilemma, satu sisi mencoba menegakkan hukum Islam, tapi disisi lain PA tetap ashobiyah dengan alasan menginginkan “perubahan”, tentunya semua nantinya hanya akan melihat bahwa GAM/KPA menjadi PA hanya merubah topeng dalam perjuangannya. Serta konsepnya yang begitu membenci suku lain selain Aceh semakin kental dalam PA, dan tentunya ini amat berbahaya dalam perkembangan Aceh ke depan nantinya.
Dalam masa Iskandar Muda tidak pernah ada sebuah aturan yang membenci sebuah suku apapun, terlebih lagi mereka memeluk agama Islam, bahkan ketika itu pada zaman sebelum Iskandar Muda di Kute Reje sudah ada yang namanya Kampung Jawa, ini tentunya merupakan sebuah bentuk dari bagaimana terbukanya Aceh dengan kerajaan manapun asalkan mereka mengucapkan 2 kalimah syahadah.
Yang menarik lagi adalah dalam pemerintahan Irwandy sekarang ini terlihat bagaimana upaya dari Aceh untuk dapat menarik investor-investor asing untuk mau menanam modal di Aceh, akan tetapi sampai saat ini belum terlihat bagaimana bentuk kerjasamanya dan bagaimana Irwandy dapat menjaga marwah rakyat Aceh seperti zaman Iskandar Muda dalam melakukan hubungan kerjasama dengan mereka nantinya. Belum lagi Aceh pasca tsunami ini ternyata telah menjadi media internasional hingga mendapatkan bantuan dari asing dan berbagai misi bantuan. Sehingga akan dirasakan bahwa bantuan-bantuan mereka pada bangunan-bangunan yang ada di Aceh sekarang ini. Bahkan GAM/KPA/PA itu sendiri sampai sekarang masih berhutang budi dengan banyak Negara selama ini sewaktu mereka memperjuangkan GAM dari luar negeri. Nah, pertanyaannya adalah apakah mereka juga akan menerapkan hukum Iskandar Muda di bumi Aceh dengan kondisi sekarang ini dan hutang budi GAM/KPA/PA kepada berbagai Negara ?

Benarkah ? “Menegakkan KKR Untuk Korban Konflik”
Ini merupakan sebuah point penting sekaligus berbahaya bagi rakyat Aceh maupun perdamaian di Aceh sekaligus sebagai sebuah upaya untuk dapat meraih simpati rakyat Aceh atau sekaligus menjaga maaf “kebencian terhadap TNI” di Aceh atau menjaga benih-benih nasionalisme Aceh tersebut.
Ketika kita melihat TImur-Timur ketika mereka lepas dari kemerdekaan maka akan ada sebuah kesepakatan antara Pemerintah RI dengan untuk menutup segala hal yang terjadi pada masa konflik di Tim-Tim.
Ada beberapa hal yang kemungkinan akan terjadi ketika hal ini dilakukan, karena korban konflik rakyat Aceh pada dasarnya terdiri dari 2 bagian yaitu korban konflik oleh TNI danjuga korban konflik oleh GAM. Masa konflik telah menyebabkan rakyat Aceh menjadi amat tertekan karena disisi lain harus berhadapan dengan TNI akan tetapi disisi lain juga harus berhadapan dengan GAM. Sehingga akibatnya adalah mereka menjadi korban karena dianggap mata-mata dari 2 belah pihak yang bertempur tersebut. Belum lagi kaum transmigran Jawa atau suku Jawa yang sudah lama tingal di Aceh menjadi korban dari kekejaman GAM karena konsep PERANG BODOH nya tersebut itu “Penjajahan Jawa – Indon”. Atau korban dari suku Gayo yang selama ini dianggap musuh atau pengkhianat oleh GAM karena salah satu wilayah di Aceh yang terus memasukkan saudaranya Jawa ke dataran tinggi Gayo, begitu juga di beberapa daerah di ABBAS.
Tentunya ketika PA berkuasa maka yang terlebih dahulu di angkat adalah korban rakyat Aceh oleh TNI, namun perlu diingat adalah bahwa korban dari suku Jawa dan Gayo tentunya tidak akan tinggal diam, mereka akan terus menuntut keadilan bagi korban-korban mereka. Bila ini terus dibiarkan dan PA tidak bisa berbuat adil maka yang akan terjadi adalah sebuah potensi konflik kembali karena ketidakadilan-ketidakadilan yang tentunya akan membawa sebuah potensi konflik horizontal pada rakyat Aceh ke depannya.
Bahkan ada kemungkinan besar bahwa permasalahan HAM ini akan coba diangkat oleh PA ke mahkamah internasional, atau dengan sebutan menginternasionalisasikan permasalahan Aceh kembali. Sehingga mereka akan mengangkat kembali bukti-bukti bahwa Aceh selama ini dijajah NKRI dengan menafikkan bukti bahwa Daud Beureuh telah melakukan musyawarah dengan seluruh komponen rakyat Aceh untuk tetap dalam satu bingkai wilayah NKRI, karena seluruh rakyat Aceh pada waktu itu berpikir sebagai saudara seiman, saudara kita.
Hal yang perlu diingat adalah walaupun PA menang, Aceh masih dalam naungan NKRI, TNI masih tersebar di seluruh wilayah Aceh, dan yang paling penting adalah pada waktu itu Aceh dalam wialyah NKRI sudah final, tidak akan berubah sedikitpun dan TNI lah pihak yang paling berhak untuk menjaga hal ini di Aceh. Tentunya RI tidak akan dengan mudah melepaskan Aceh dari kedaulatannya, belum lagi ALA dan ABBAS yang terus menguat di masyarakat Gayo dan Jawa bahkan di sebagian Aceh sendiri. Jumlah suku Jawa di dataran tinggi Gayo dan pada daerah ABBAS tidak bisa dianggap remeh oleh siapapun, dan mereka juga telah sadar bahwa sejarah telah membuktikan bahwa GAM begitu membenci mereka, tentunya mereka sudah mempersiapkan diri mereka untuk menjadi tumbal perjuangan ALA daripada mereka diusir dari dataran tinggi Gayo atau menjadi korban pembersihan suku di daerahnya sendiri. Begitu juga dengan sebagian suku Gayo yang sudah melakukan perpaduan budaya dengan perkawinan dengan suku Jawa, belum lagi mereka yang selama ini merasakan sebagai korban konflik yang dicanangkan Hasan Tiro, belum lagi ketidakadilan yang selama ini terus dilakukan orang Aceh terhadap Gayo, semua itu tidak akan mudah hilang dalam satu generasi pada masyarakat Gayo dan Jawa. Atau ketakutan yang dirasakan oleh suku-suku lain melihat kesukuan terlalu tinggi dari suku Aceh dengan nasionalisme, utamanya suku Batak yang selama ini dikatakan dekat dengan suku Gayo atau serumpun, kemudian suku Jamnee atau padang yang bila kesukuan semakin tinggi karena konsep PERANG BODOH itu maka dapat dikatakan Aceh kembali menjadi tidak aman.
Semua ini besar kemungkinan akan terjadi, karena sudah barang tentu petinggi GAM tidak mau dikatakan melanggar HAM, dan ketika PA menang maka ia akan membersihkan dirinya sebagai pihak penguasa, tapi mereka juga sadar mereka bukan penguasa tertinggi karena mereka tetap di bawah naungan NKRI. Belum lagi TNI yang tentunya akan terus melakukan loby-loby untuk dapat mencegah petinggi mereka dihukum karena bagi mereka ini adalah PERANG. Akan sangat banyak kemungkinan kekacauan yang akan terjadi di Aceh nantinya jika hal ini tidak dilakukan dengan adil dan transparan, permasalahannya apakah kedua belah pihak yang bertikai mampu untuk mengakkan keadilan ntah pihak dari GAM atau TNI ?

Peran Partai Lokal Dalam Disintegrasi RI
Sedikit agak menyimpang dari pembahasan awal, kita akan mencoba memprediksi bahwa ternyata Partai Lokal akan menghilangkan nasionalisme yang ada di NKRI. Dalam pembahasan MoU Helsinky sudah jelas banyak pihak dari Jakarta yang tidak menyetujui bila GAM diberikan sebuah kewenangan untuk mendirikan sebuah partai lokal dengan alasan apapun karena itu hanya akan membuat adanya sebuah potensi disintegrasi bangsa.
Namun, dalam kenyataannya tetap saja Pemerintah NKRI melalui MoU Helsinky tersebut mensahkan adanya sebuah partai lokal di Aceh, dengan alasan Aceh menginginkan adanya sebuah self government di Aceh. Hal mudah yang dapat dipikirkan adalah bagaimana kiranya jika semua daerah menginginkan sebuah partai lokal berdiri pada daerahnya masing-masing, dengan adanya 44 partai nasional saja hal ini telah membuat rakyat menjadi teramat sulit untuk menentukan pilihan, belum lagi apabila kemudian seluruh pemerintah daerah meminta sebuah partai lokal dalam setiap provinsi. Dan ini mulai terdengar ketika provinsi Papua dan Sumatera Barat telah meminta adanya partai lokal pada daerah mereka masing-masing.
Ketika partai lokal berhasil memenangkan Pemilu di Aceh maka sudah barang tentu ini akan menjadi contoh bagi daerah lain, ujungnya adalah sebuah Negara dalam Negara yang amat jauh dari NKRI yang selama ini dipertahankan oleh pendahulu-pendahulu kita sejak kesepakatan bersama dengan Daud Beureuh, yang mereka minta adalah Daerah Aceh menggunakan syariat Islam, menggunakan sebuah kepemerintahan seperti zaman Iskandar Muda tapi tetap dalam kesatuan wilayah NKRI. Aceh bisa saja khusus, tapi Aceh harus tetap dalam NKRI. Ini adalah point utama yang terpenting dalam memberikan solusi bagi rakyat Aceh yang beragam.
Tapi ironisnya saat ini ketika Aceh dalam syariat Islam, maka banyak pihak yang tidak menginginkannya hanya karena ini bukan dari GAM, ironis bukan. Kegoan-keegoan inilah yang tidak pernah bisa lepas dari GAM, dan pada akhirnya GAM akan semakin hilang karena kekerdilannya bila tidak segera mengubah pola pemikirannya itu.

Peran ALA dan ABBAS Menjaga Keutuhan NKRI
Para tokoh ALA dan ABBAS sudah sejak awal mengatakan bahwa mereka adalah pejuang NKRI, pejuang dalam menjaga keutuhan wilayah NKRI, ini penting. Ketika rakyat Aceh dalam DOM maka dataran tinggi Gayo bukan bergabung dengan GAM, mereka lebih memilih untuk bergabung dengan TNI untuk menjaga keberlangsungan anak cucu mereka, sehingga seringkali orang Gayo selalu dianggap pengkhianat oleh GAM begitu juga dengan kebencian dari ABBAS yang merasa daerah mereka menjadi daerah tumpahan dari GAM dalam perjuangannya baik senjata maupun ketidakamanan disana atau ketertekanan.
Bagi penggiat ALA dan ABBAS memilih partai lokal sama saja dengan “Bunuh Diri”, sama saja dengan mementahkan kembali perjuangan ALA dan ABBAS yang selama ini telah mereka usahakan demi kesejahteraan rakyat Aceh di daerah mereka masing-masing.
Bagi pendukung ALA dan ABBAS memilih partai lokal sama saja dengan memberikan persetujuan kepada GAM/KPA/PA dalam perjuangannya atau sama saja dengan menyetujuinya yang berarti menjilat ludah sendiri pendukung ALA dan ABBAS.
Sudah saatnya kiranya Pemerintah Pusat NKRI memaknai sikap dari rakyat ALA dan ABBAS ini sebagai bentuk upaya untuk menjaga kedaulatan wilayah NKRI, tidak ikut dalam perjuangan dengan konsep Ashobiyah yang dilarang oleh Allah SWT lebih kepada mengangkat kesejahteraan bagi rakyat Aceh di daerah pemekaran tersebut.
Pertempuran di Aceh Ke Depan
Di masa yang akan datang pertempuran yang akan terjadi adalah pertempuran antara nasionalisme Aceh dengan nasionalisme RI, pertempuran antara Islam dengan Pluralisme dan pertempuran antara Liberalisme dengan Sosialisme. Aceh ternyata sudah sedemikian beragam pemikirannya.
PA merupakan salah satu partai lokal yang menjadi ikon bagi perjuangan GAM dengan mengangkat perubahan-perubahan dengan nasionalisme Aceh dan semangat menuju masa Iskandar Muda. PKS dikatakan sebagai salah satu partai nasional Islam yang sesuai dengan karakter dari rakyat Aceh, begitu juga dengan partai lainnya yang bernuansa Islam.
Golkar, Demokrat dan PDI-P, masing-masing mempunyai sumbangsih khusus bagi rakyat Aceh. Bagi rakyat Aceh Golkar dengan JK sudah memberikan sumbangsih dalam melakukan perdamaian di Aceh, melakukan lobby-lobby langsung kepada petinggi-petinggi GAM untuk menghentikan peperangan bodoh yang selama ini terjadi. Sedangkan SBY bagi rakyat Aceh dikatakan sebagai satu-satunya Presiden yang sampai saat ini dianggap memenuhi setiap janjinya bagi rakyat Aceh. Sedangkan PDI-P bagi sebagian rakyat Aceh dianggap sebagai pemberi kedamaian ketika rakyat Aceh dalam keadaan ketakutan-ketakutan, bahkan bagi pendukung ALA dan ABBAS, Megawaty adalah sosok konsisten seorang pimpinan dalam mendukung pemekaran ALA dan ABBAS.

Kesimpulan
Partai Aceh (PA) masih belum bisa melepaskan diri dari keegoannya, dan ini tentunya amat mengancam seluruh pihak yang ada di Aceh. Seharusnya PA bisa lepas dari Ashobiyah dan bisa melakukan koalisi dengan partai manapun di Aceh jika mereka memang betul-betul dianggap sebagai partai masyarakat Aceh dan akan membawa Aceh dalam sebuah perdamaian. Statemen-statemen ini telah memperlihatkan kekerdilan dari PA sendiri yang tentunya waktu akan membuktikan bahwa PA akan habis karena kekerdilannya itu sendiri.
Seharusnya mereka bisa berkoalisi dengan PKS atau partai Islam lainnya dalam penegakkan syariat Islam di Aceh, berkoalisi dengan partai nasional atau lokal lainnya sebagai upaya untuk menjaga keragaman yang ada pada rakyat Aceh, bisa membawa Aceh dalam kedamaian dengan semangat Iskandar Muda tentunya.
Belum lagi GAM/KPA/PA yang amat berhutang budi dengan asing dalam perjuangannya yang ditandai dengan berbagai lobby yang dilakukan Hasan Tiro selalu mengandalkan asing, bahkan dengan jelas dalam MoU Helsinky menyerahkan permasalahan Aceh kepada Uni Eropa bila terjadi pelanggaran perjanjian, kembali ini adalah sebuah upaya untuk menginternasionalisasikan permasalahan Aceh nantinya.
Aceh sebagai wilayah yang kaya tentunya akan menjadi rebutan dari asing tersebut, kemudian kita akan memberikannya dengan mudah demi semangat ashobiyah. Nah semangat inikah semangat Iskandar Muda ?
Iskandar Muda, sosok Muslim sejati yang bersikap keras kepada kuffar, menjaga persaudaraan sesama muslim, menjaga kewibawaan Aceh, sosok inikah yang nantinya akan dikumandangkan oleh GAM/KPA/PA ?
Belum lagi permasalahan korban konflik yang akan menjadi potensi konflik, wallahu’alam bishowab.
Permohonan maaf saya jika saya mengatakan bahwa ternyata statement-statement dari Partai Aceh ini hanya omong kosong belaka saja, dan masalahnya cuma satu karena mereka belum bisa melepaskan pemikiran ashobiyah mereka dan mereka merasa terlalu sombong dengan kesukuan mereka atau merasa menjadi manusia yang paling tinggi dibandingkan manusia lain di Indonesia ini hingga mereka melupakan bahwa merekalah yang telah membawa rakyat Aceh ini dalam ketertinggalan seperti sekarang ini.
Alih-alih menegakkan syariat Islam, mereka telah membuat rakyat Aceh kehilangan jati diri Islamnya karena konflik. Alih-alih mempertahankan Islam di Aceh, mereka telah membuat banyaknya Tengku meninggal di Aceh. Alih-alih mempertahankan SDA Aceh diambil, mereka telah membuat aman Arun habis SDA sampai sekarang. Alih-alih menjadi Aceh berwibawa, mereka telah membuat Aceh menjadi jatuh dimata masyarakat nasional maupun internasional. Sekarang ini, alih-alih membuat Aceh aman, mereka menjual Aceh untuk kepentingan mereka ke depannya.
Tapi mudah-mudahan semua itu tidak terjadi karena masih banyak dari anggota PA yang masih mencintai Aceh dengan setulus-tulusnya, memperjuangkan Aceh menuju sebuah wilayah yang diperhitungkan karena SDA yang kaya dan SDM yang kuat untuk menjaganya dan menggunakannya untuk kepentingan rakyat Aceh sendiri.

Jika Pluralisme Menguasai Aceh

Saat ini di Aceh berkembang berbagai ideology yang diusung oleh partai-partai, baik partai lokal (parlok) maupun partai nasional (parnas). Ideologi yang diusung antaranya adalah sosialisme, nasionalisme Aceh, nasionalisme Indonesia, demokratisme, islam dan lain sebagainya yang menawarkan berbagai perspektif masing-masing dalam memajukan Aceh.
Namun, seringkali dilupakan oleh Pemerintah Aceh adalah bahwa sekarang ini Aceh merupakan satu-satunya provinsi yang menegakkan syariat Islam, tentunya peran agama Islam juga seharusnya amat mempengaruhi demokrasi yang saat ini ada di Aceh. Peran Islam seharusnya menjadi yang terdepan dan tidak terkalahkan dengan peran-peran lainnya.
Sebagai salah satu contoh adalah sebuah partai lokal yang mengusung sosialisme pluralisme, sebuah tawaran untuk membawa Aceh ke dalam perubahan-perubahan seperti penguasaan terhadap aset nasional bagi kepentingan rakyat Aceh, persamaan hak setiap komponen dan golongan masyarakat yang terkadang tanpa batasan, dan lain sebagainya. Ada juga sebuah partai yang membawa ideology nasionalisme Aceh dengan begitu kuat, partai yang mungkin kepanjangan dari Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang hampir kurun 30 tahun telah berusaha menanamkan pengaruhnya di Aceh dengan mengangkat isu kemerdekaan Aceh serta konsep Penjajah Jawa – Indon. Belum lagi partai-partai nasionalis yang mengangkat isu nasionalisme dalam kerangka NKRI, peran NKRI dalam menjaga perdamaian dan lain sebagainya. Kemudian juga partai-partai ideology Islam juga ikut dalam pemilu tersebut dengan isu-isu penegakkan kembali syariat Islam di Aceh, pemberdayaan rakyat Aceh menjadi lebih mandiri dan lain sebagainya.
Maka hari ini rakyat Aceh seringkali diminta untuk melihat kampanye-kampanye, jargon-jargon, janji-janji, bermacam ideology pilihan, tawaran materi, dan masih banyak lagi yang mencoba mengajak rakyat Aceh ke dalam pemikiran mereka masing-masing.
Sejarah Aceh Dalam Syariat Islam
Sejarah Aceh sudah membuktikan bahwa sesungguhnya Aceh sejak berabad-abad dulu dan besar dengan syariat Islam, seperti yang pernah dikatakan oleh Tengku Daud Beureuh bahwa Syariat Islam di Aceh sudah berjalan selama berabad-abad dan sesuai dengan kultur rakyat Aceh. Sejarah Aceh juga telah memperlihatkan bahwa Aceh bisa sedemikian ditakuti oleh asing seperti Belanda dan Jepang atau Portugis atau penjajah lainnya, seperti yang kita ketahui dengan ‘Perang Sabilnya”. Dalam buku “Sejarah Aceh” karya Dennis Lombart diceritakan bagaimana seorang Belanda ditanyakan ingin masuk Islam atau tidak ? Dengan tawaran ini ia diancam akan dibunuh jika menolak untuk masuk ke dalam agama Islam. Atau dalam “Kekeberen”, bagaimana akhirnya anak dari Reje Linge berhasil merebut Kute Reje dari seorang Ratu China, yang kemudian mengajaknya masuk Islam atau akan membunuhnya, yang akhirnya menjadi istri dari anak Reje Linge tersebut dan memimpin kerajaan di Kute Reje.
Aceh dikenal sebagai tempat perdagangan yang mandiri dan punya nilai tawar serta punya kehormatan di masa lalu yang ditandai dengan hubungan komunikasi antara Kerajaan Aceh dengan Kerajaan-kerajaan di Eropa dan China, penghormatan-penghormatan yang diberikan terhadap Aceh juga terlihat dari kemampuan kerajaan Aceh untuk dapat menyebarkan pengaruhnya pada pesisir timur Sumatera dan selat Malaka.
Aceh juga dikenal dengan peperangan-peperangan dalam merebut kekuasaan pada internal mereka masing-masing, perebutan kekuasaan atau pengaruh antara para Penguasa dengan para Pedagang, dalam buku Dennis Lombart dan Hikayah Aceh juga terlihat bagaimana Sultan Iskandar Muda membunuh para pedagang yang sudah tidak lagi berorientasi kepada rakyat dalam segala jerih upayanya untuk berusaha. Atau kisah Perang Tjambok, peperangan antara Tengku dengan Teuku atau Penguasa atau para Pedagang, kesemuanya memperlihatkan bagaimana pluralisme Aceh masih dalam kerangka syariat Islam.
Bahkan uniknya lagi, salah satu hal yang membuat Gerakan Aceh Merdeka mendapatkan dukungan dari berbagai elemen masyarakat adalah juga sebuah keinginan untuk menegakkan syariat Islam di Aceh, mendirikan Negara Islam Aceh.

Aceh Kini
Setelah selama 30 tahun dalam konflik yang berkepanjangan yang di canangkan oleh Hasan Tiro rakyat Aceh hidup dalam tekanan dan intimidasi baik dari GAM yang menginginkan kemerdekaan maupun dari TNI yang berusaha mempertahankan kedaulatan NKRI.
Pada masa itu yang terjadi adalah penurunan kualitas rakyat Aceh sendiri, baik dari sisi pendidikan, mental konflik yang menggejala, yaitu mental ketakutan dalam pengambilan keputusan dan hidup dalam ketidakpastian, kemiskinan yang terus bertambah, motivasi kerja yang menurun, dapat dibayangkan semua itu akan mengakibatkan stamina dan vitamin rakyat Aceh menjadi anjlok turun ke bawah, semua itu membuat semuanya menjadi tidak karuan lagi.
Hal yang perlu diingat adalah pada masa konflik tersebut banyak pemuda-pemuda Aceh yang mendapatkan kesempatan untuk sekolah ke Luar Negeri, ntah itu dibiayai oleh GAM atau LSM-LSM bahkan Pemerintah sendiri yang melihat Aceh sampai saat ini sebagai sebuah ancaman baik secara ideology maupun secara nasionalisme. Pemuda-pemuda Aceh tersebut telah berubah cara pandangnya dari yang berpikir islami menjadi berpikir liberalism bahkan sosialisme pluralisme yang tentunya akan berujung kepada pemikiran-pemikiran yang menjauh dari Islam.
Belum lagi tsunami yang terjadi telah membawa rakyat Aceh menjadi media internasional atau menjadi tempat bagi LSM-LSM asing untuk mulai menanamkan pengaruhnya bagi masyarakat Aceh dengan modal bantuan kepada masyarakat Aceh. Sering kali terdengar upaya-upaya dari beberapa LSM asing yang memberikan bantuan sekaligus mengiringinya dengan ideology atau pemikiran mereka. Teringat saya ketika pertama kali ke Aceh pasca tsunami saya merasakan bahwa ada isu bahwa penculikkan anak-anak Aceh oleh orang-orang yang tidak dikenal, atau seringkali dikatakan pada waktu itu ada upaya-upaya pemurtatadan yang dilakukan oleh asing. Bahkan ketika saya ke Aceh 1 tahun kemudian, seorang tukang becak mengatakan ia melihat Aceh sekarang sudah amat berubah, sudah tidak seperti Aceh yang dulu lagi, ia mengatakan suatu hal yang menurut saya sangat tendensius dengan mengatakan bahwa bisa saja di Banda Aceh ini kelak agama saja yang muslim akan tetapi tingkah polahnya seperti Yahudi, sebuah kekuatiran yang menurut saya amat luar biasa.
Dan kini semuanya hampir terbukti, pilkada ini akan memperlihatkan bagaimana sesungguhnya karakter rakyat Aceh saat ini, apakah mereka tetap dengan ideology Islamnya atau mereka kembali menjadi sebuah daerah yang sama dengan daerah-daerah lainnya yang ada di Indonesia, daerah yang tidak menegakkan syariat Islam. Bagi saya ini merupakan kemunduran bagi rakyat Aceh, padahal sejarah telah berulangkali membuktikan bahwa yang paling cocok dengan rakyat Aceh adalah keislaman bukan lainnya, ntahlah.

Ketika Aceh Jauh dari Syariat Islam
Baru-baru ini dalam mailing list ini saya membaca sebuah postingan yang mengatakan bahwa ada pihak-pihak yang memperjuangkan diakuinya Gay atau Lesbi atau Homo Seksual di Aceh, para penyakitan itu terlihat di media-media dengan bebas mengekspresikan kebebasan mereka sebagai penyakitan-penyakitan yang harus diakui oleh rakyat Aceh.
Padahal adalah hal yang jelas kalau Aceh dalam syariat Islam, dimana kaum penyakitan seperti itu hukumnya adalah dicambuk atau dipenjara bahkan di Afganisthan (baca: Taliban) hukumannya adalah ditiban dengan tembok. Tapi yang terjadi adalah mereka sepertinya bebas berkeliaran di bumi serambi Mekkah yang kita cintai ini, jadi dimana orang Aceh yang dahulu begitu ditakuti oleh orang-orang, yang begitu bangga dengan Islamnya ? Dimana ?
Belum lagi postingan yang mengatakan bahwa saat ini sudah ada pelacur di Aceh, sudah ada HIV/AIDS di Aceh, laki-laki dan perempuan sudah tidak tahu malu lagi berkhalwat, mau dikemanakan rakyat Aceh ini ? Penurunan-penurunan moral dari rakyat Aceh yang semakin lama semakin nyata ini seharusnya menjadi peringatan bagi kita semua bahwa sudah saatnya syariat Islam ditegakkan dengan benar di Aceh, karena inilah yang sesuai dengan kondisi budaya dari bangsa Aceh sesungguhnya.
Alasan-alasan dari kaum pluralisme adalah dengan mengatakan bahwa ada pemaksaan dalam penegakkan syariat Islam di Aceh, seharusnya dimulai dengan da’wah terlebih dahulu, seharusnya… seharusnya… seharusnya… Wacana ini yang terus berkembang di Aceh. Seharusnya mereka malu dengan hal ini, seharusnya mereka melihat bahwa Aceh dapat berkembang maju dengan Islam, seharusnya mereka sadar bahwa budaya rakyat Aceh yang keras ini harus dilandasi dengan Islam karena apabila tidak maka mereka bisa saja melebihi Yahudi. Ketika provinsi-provinsi lain berusaha agar bisa menerapkan syariat Islam di Aceh maka ada beberapa gelintir orang yang terorganisir berupaya agar provinsi Aceh untuk lepas dari syariat Islam.
Saya yakin para pendahulu kita akan kecewa dengan hal yang satu ini, mereka akan menjadi sedih melihat anak cucunya menjadi tidak lebih baik lagi, semangat “Perang Sabil” atau semangat menegakkan Islam di bumi Serambi Mekkah itu kini sudah mulai luntur di penerus generasi Aceh, menyedihkan.
Aceh yang dahulu terkenal sebagai sebuah negera federasi, yang disokong oleh Kerajaan-kerajaan seperti Linge, Perlak, dan Kerajaan-kerajaan kecil lainnya dengan kebanggaan menegakkan adat istiadat sesuai dengan syariat Islam kini telah kehilangan jati dirinya, kini Aceh pasca konflik dan tsunami sepertinya berubah ingin mencari kebebasan dengan sebebas-bebasnya, mempersoalkan syariat Islam yang selalu menjadi jati diri Aceh, atau dalam pandangan saya dengan kata “Pluralisme Kebablasan”.
Pluralisme adalah sesuatu yang harus dihormati, Islam mengatakan hal yang demikian, tapi kalau sudah kebablasan maka harus dihentikan, harus diberikan hukuman, harus diberikan ketegasan. Apakah kita akan membiarkan homo seksual diakui di Aceh ? Apakah kita akan membiarkan perampokkan di akui di Aceh ? Apakah kita akan membiarkan korupsi berjalan di Aceh ? Apakah kita akan membiarkan AIDS/HIV terus berkembang di Aceh ? Apakah Aceh akan menjadi sebuah daerah dimana penghalalan segala cara untuk mencapai tujuan? Kemana jati diri bangsa Aceh sesungguhnya ? Kemana ? Haruskah hilang karena pluralisme yang kebablasan ? Hilang karena sosialisme yang tidak islami ? Ketika Aceh jatuh dalam lingkaran itu maka kita akan melihat suatu bangsa yang kehilangan jati dirinya, akan mengalami kemunduran, akan mengalami sebuah kejatuhan cepat atau lambat.

Selamatkan Aceh Kita
Pemilihan Umum (Pemilu) 2009 merupakan sebuah garis estafet Aceh akan dibawa kemana, karena para legislatiflah yang akan menentukan kebijakan Aceh di masa yang akan datang. Syariat Islam akan bisa hilang dari Aceh jika legislative menginginkannya, sudah waktunya kita menjaga agar syariat Islam bisa terus berdiri tegak di Aceh, sudah waktunya kita memperjuangkan apa yang sudah diperjuangkan oleh pendahulu-pendahulu kita.
Pernah terdengar bahwa salah satu jargon dari partai lokal adalah dengan mengatakan bahwa mereka harus bekerja keras, mereka harus menang agar rakyat Aceh bisa merdeka, atau mereka mencontoh kepada salah satu Negara yang perjuangannya dilakukan melalui sebuah partai, ketika perjuangan bersenjatanya gagal. Bahkan pernah juga terdengar bahwa penegakkan syariat Islam di Aceh adalah dipaksakan, mereka memaksakan kehendaknya tanpa melakukan dawah terlebih dahulu.
ALA dan ABBAS terus terpatri pada sebagian masyarkat Aceh yang merasa dianaktirikan selama ini. Bagi masyarakat Gayo selama ini orang Aceh terlalu menganggap mereka sebagai masyarakat terbelakang, memandang sebelah mata kepada orang-orang Gayo. Orang-orang Gayo sendiri menganggap orang Aceh itu selalu menipu orang Gayo. Bahkan dari sisi perjuangan GAM orang Gayo kebanyakan dianggap sebagai pengkhianat karena telah membawa transmigran Jawa ke dataran tinggi Gayo, tidak mau mendukung perjuangan GAM dahulu. Bagi orang Gayo sendiri GAM adalah pemberontak, dan malu bagi orang Gayo menjadi pemberontak. Mungkin ini juga kiranya terjadi di masyarkat ABBAS, ntahlah.
Aceh kini seperti ‘api dalam sekam’, banyak kubu yang menyimpan amunisi-amunisi untuk menunjukkan kekuatan. Aceh kini menuju pendewasaan, inilah saatnya rakyat Aceh belajr demokrasi sekaligus mempertahankan identitas dirinya sebagai bangsa Aceh dengan Islamnya, bukan lantas kemudian menjadi “Pluralisme Kebablasan” atau “Demokrasi Kebablasan”.
Aceh dengan self govermentnya sudah saatnya menjadikan dirinya tidak lagi terkotak-kotak mundur, akan tetapi terus maju dengan jati dirinya, Islam. Semangat inilah yang harus dibangun kembali oleh rakyat Aceh, semangat inilah yang harus ditularkan oleh rakyat Aceh kepada generasi mudanya, semangat Islam, sekali lagi semangat Islam, semangat Republikan.
Selamat berjuang.

11 Maret 2009

Islam di Aceh ?

Perjalanan dawah Nabi Muhammad SAW telah memperlihatkan bahwa Islam itu adalah politik, karena dawah itu politik, bagaimana menyebarkan agama Islam di muka bumi ini dengan santun dan baik, dengan tidak melupakan arti dari La Ikrafiddin atau tidak ada pemaksaan terhadap agama, sekaligus membangun kebanggaan menjadi seorang Muslim dengan tidak melupakan bahwa non Muslim harus dijaga.

Apakah Islam itu sebuah Partai ?
Islam itu bukan sebuah partai, karena Islam itu merupakan sebuah keimanan atau addin, sehingga Islam lebih tinggi dari sebuah partai. Islam dapat hinggap dimanapun, ia dapat hinggap di ilmu pengetahuan, dapat hinggap di organisasi pemuda, dapat hinggap di setiap insan, bahkan setiap ciptaan Allah. Jadi Islam lebih luas daripada sebuah Partai.

Apakah Islam Memerlukan Partai ?

Ada sebuah hadist Nabi yang mengatakan bahwa kejahatan yang terorganisir tentunya akan dapat mengalahkan kebaikan yang terorganisir, nah dalam konteks ini diperlukan sebuah partai untuk memperjuangkan Islam. Saat ini di Indonesia sudah sedemikian banyak partai Islam, namun yang benar-benar dapat dijadikan sebagai gambaran tentang Islam itu sediri dalam sebuah partai amat sedikit partainya. Makanya diperlukan sebuauh pemikiran untuk memilih sebuah partai yang tepat yang bisa memperjuangkan Islam.

Kenapa harus Partai ?
Islam ke depan harus berpikir progresif, ia harus mampu menguasai legislatif atau kekuasaan, karena untuk memperjuangkan Islam adalah melalui kekuasaan, da mendapatkan kekuasaannya melalui Partai. Inilah kenyataan yang terjadi saat ini.
Partai inilah yang bisa menjadikan Islam dapat menjadi sebuah aturan atau dapat menegakkan syariat Islam di manapun ada partai tersebut.

Mencontoh Kepada Iran
Iran terkenal dengan gerakan revolusi Islamnya di dunia ini dengan menumbangkan rezin Syah Palevi yang dikatakan sekuler dan didukung barat. Saat ini dengan menggunakan kekuatan politiknya Iran berhasil membuat negara ini diperhitungkan oleh negara-negara lain, bahkan ia adalah salah satu negara yang amat ditakuti Barat dan sekutunya bahkan Israel.
Kekuasaan tertinggi ada pada sebuah Perwalian Negara yang dipegang oleh Ayatullah Khoemeni sebagai pemimpin tertinggi spritual Negara, dengan ini ia menjaga agar negara ini selalu dalam koridor Islam. Kemudian kepemerintahannya diselenggarakan oleh seorang Presiden yang dipilih langsung rakyat setelah melalui seleksi dari Perwalian Negara tersebut.
Uniknya lagi golongan-golongan unik selalu terwakilkan di parlemen Iran. Komunitas Yahudi, komunitas Muslim Sunny, komunitas lain-lain yang ada di Iran. Hasilnya adalah Iran menjadi sebuah negara yang relatif stabil dan keislamannya dapat dipertahankan (gerakan revolusioner Islamnya).
Bahkan pada elemen masyarakatnya ada yang dinamakan dengan Basyil atau sebutan kepada tentara sipil Iran atau Bela Negara di Indonesia sebagai kepanjangan dari Wali Negara, yang bertugas untuk menjaga arahnya revolusi Iran yang sudah terbentuk.
Jika diperhatikan bersama maka jelas bahwa Iran merupakan sebuah negara Muslim yang juga mempergunakan Islam sebagai jalur politiknya.
Sedangkan negara-negara Arab lainnya kebanyakan hanya menggunakan Islam sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaannya dengan mengedepankan syariat Islam, yang juga seringkali hanya menjadi topeng saja. Sekali lagi bukan ini yang diinginkan Islam.

Islam di Aceh Kemana ?
Islam di Aceh sudah merupakan urat nadi rakyat Aceh selama berabad-abad, sudah seharusnya syariat Islam menjadi pegangan rakyat Aceh, karena sejak dahulu kala sebenarnya ini sudah berjalan dalam adat istiadat masyarakat Aceh. Bila kita kemudian mundur dengan gerakan Islam ini, maka Aceh akan menjadi mundur karena kemajuan Aceh adalah dengan syariat Islam.
Kita harus mengetahui mental dari orang Aceh yang keras, terkenal dengan tipu Aceh, sejarah telah membuktikan bagaimana pertikaian yang terus terjadi antara Tengku dan Teuku, perbedaan karakater di Aceh, kesemuanya itu sejak dahulu kala dapat diredam dengan berlakunya syariat Islam di Aceh sejak berabad-abad. Bayangkan jika ini hilang dari Aceh maka yang ditakutkan adalah Aceh kembali ke dalam kejahiliyahan atas nama Sosialisme dan Kesejahtaraan atau Liberalisme dan Kebebasan. Hanya ini yang saya takutkan jika bukan Islam yang menguasai Aceh.
Itulah yang menyebabkan saya mengatakan lebih baik Aceh itu dimenangkan oleh PKS, dari sisi budaya juga dari sisi potensi konflik, kita semua ke depan akan merasakan Aceh yang aman, damai, tentram dan islami. Banyak dari pemikir Islam menginginkan agar ada sebuah negeri yang menjadi contoh berkembangnya Islam, dan saat ini Aceh lah yang bisa dijadikan contoh dari sisi hukum dan kesempatan, jika ini hilang maka hilanglah semua yang diperjuangkan Tengku kita dahulu dan tokoh Islam yang berjuang demi Aceh. Ideologi inilah yang sekarang diperjuangkan, tinggal nantinya bagaimana kita mengaplikasikannya kepada rakyat Aceh.

Kesimpulan
Perjuangan penegakkan Islam salah satu cara strategisnya adalah melalui Partai Politik. Jangan sampai Aceh kembali ke dalam jahiliyah dan konflik berkepanjangan, sejarah telah membuktikan bahwa Islam yang membuat Aceh menjadi berwibawa.

03 Maret 2009

Demokrasi, PKS Maju Terus

Hanya PKS Yang Sesuai Dengan Karakteristik Rakyat Aceh
Akhir-akhir ini dalam setiap kesempatan di mailing list saya seringkali melihat banyaknya pendiskreditan terhadap PKS atau Partai Keadilan Sejahtera dengan berbagai cara dan persepsi, ada yang langsung meneror PKS, ada yang memfitnah PKS, ada pula yang membangun sebuah wacana usang PKS.
Bagi saya ini adalah tidak lebih daripada dinamika politik yang semakin panas di Aceh berkenaan dengan Pemilu yang sebentar lagi akan diadakan, PKS merupakan salah satu Partai yang akan menuai suara di kalangan pemuda, intelektual, dan masyarakat perkotaan.
Daerah ALA sampai saat ini terlihat masihlah akan diperebutkan Parnas, karena Partai Lokal terlihat sulit menembus di sana, GOLKAR dan PKS juga Demokrat akan bersaing keras. Begitu juga dengan ABBAS, partai lokal hanya akan menunjukkan eksistensinya di pedesaan, seperti yang terjadi ketika Hasan Tiro datang maka Partai Aceh tidak mendapatkan sambutan dari masyarakat Meulaboh dengan gegap gempita seperti halnya di Aceh bagian timur. Kedatangan Hasan Tiro bisa dikatakan sebagai uji coba bagaimana tanggapan rakyat Aceh terhadap Partai Aceh. Namun kedepan sejalan dengan percaturan politik di Aceh makan Parlok-parlok ini rasanya akan mendapatkan peralawanan yang cukup berat dari Parnas, untuk Aceh bagian Timur perlawanan terkeras di dapat dari PKS.
Belum lagi ketika Kuntoro mengatakan bahwa PA hanya akan mendapatkan 30% jika tidak melakukan intimidasi, menurut saya akan kurang dari 30%. Kuntoro sebagai Pemimpin dari BRR tentunya adalah orang yang langsung berinteraksi dengan KPA yang notabene GAM, notabene PA. Tentunya ia tahu betul karakter dari orang-orang Aceh, bagaimana proyek yang tidak dikerjakan dengan benar, bagaimana memanipulasi uang proyek, siapa saja yang melakukan kecurangan, ini perlu diingat. Kuntoro sebenarnya terlalu berbaik hati mengatakan 30%, walau ia sebenarnya mungkin ingin mengatakan hanya 20% jika PA tidak menggunakan intimidasi.
Sebagai gambaran kasarnya adalah Irwandy dan Nazar ketika memenangkan Pilkada hanya mendapatkan suara sebanyak kurang lebih 30% saja, itupun dukungan dari SIRA lebih besar, ketika mereka terpecah antasa Partai SIRA dengan PA tentunya ini akan memecah suara tersebut juga. Memang hal yang patut diperhitungkan adalah ketika KPA dengan uang dari BRR menggunakan berbagai pendekatan terhadap masyarakat, tapi kenyataannya adalah terbalik, yang terjadi adalah kebencian masyarakat terhadap PA, utamanya kepada petinggi-petingginya yang telah hidup mewah tapi melupakan masyarakat, semua ini tentunya akan berhubungan antara satu dengan yang lain. Keserakahanlah yang telah membuat PA menjadi hancur selama ini, kesempatan yang ada telah disia-siakan.
Isu ALA dan ABBAS juga tentu berpengaruh terhadap pemilih yang ada di Aceh, jika mereka memilik Partai Lokal, seperti PA maka sudah barang tentu keinginan mereka untuk berpisah akan menjadi NOL kembali, karena dalam persepsi mereka pemekaran ini tinggal menunggu waktu saja, menunggu pergantian kepemimpinan baru, menunggu perubahan situasi yang di Aceh sebenarnya masih sangat labil dengan pemberontakkan kembali GAM, yang terjadi sebelum ini ada upaya dari GAM Konservatif untuk “Lempar Batu Sembunyi Tangan”.
Hal mendasar yang juga sering dilupakan adalah bahwa masyarakat Aceh sudah bosan dengan konflik, mereka kini berupaya untuk mencegah kembalinya konflik di Aceh, dan mereka sadar bahwa PA bukan pilihan mereka karena ada diantara kader-kader mereka yang mengatakan bahwa sekarang ini adalah waktunya untuk memperjuangkan kemerdekaan Aceh melalui legislative, memberikan janji kalau PA menang maka Aceh akan merdeka. Tapi mereka lupa rakyat Aceh tidak butuh lagi kemerdekaan tapi butuh kesejahteraan, mereka bosan konflik. Kembali isu ini akan menjadi tamparan bagi PA sendiri.
Inilah menurut saya kenapa Kuntoro mengatakan hal yang demikian, walau menuru saya bukan 30% tapi hanya 20% saja PA mendapatkan suara.
Kembali ke PKS, perubahan paradigma PKS sekarang adalah mereka telah berupaya untuk merubah Partainya yang dahulu dikatakan eksklusif menjadi partai terbuka, dapat dilihat dari iklan-iklannya, dari yang mengangkat Soeharto menjadi icon kampanyenya, menjadikan berbagai golongan masyarakat sebagai iconnya tidak hanya wanita berjilbab dan pemuda yang berjanggut, ini adalah perubahan serius yang ingin mengatakan bahwa PKS adalah partai bagi setiap kalangan. Walau kemudian mendapatkan kritikan dari berbagai kalangan juga yang tidak menginginkan PKS menjadi besar tentunya, inilah politik.
Jika kita melihat Islam yang diusung PKS sekarang lebih sudah sesuai dengan karakteristik bangsa Aceh dan bangsa Indonesia pada umumnya. PKS menjadi lebih terbuka dan nyaman untuk siapapun.
Saya menjadi teringat ketika awal saya melihat PKS, PKS ini selalu ditakuti Partai besar lainnya karena mesin politiknya yang luar biasa, loyalitas anggotanya, selalu membantu yang tertimpa musibah dan juga mampu menggunakan metode-metode kampanye inovatif dan modern.
Kenapa PKS sesuai dengan karakteristik rakyat Aceh ?
Islam, hanya itu jawabannya, Islam adalah Agama yang sempurna, semua muslimin tentunya percaya dengan yang satu ini, ntah itu Irwandy Yusuf, Hasan Tiro, atau yang lainnya selama mengucapkan 2 kalimat syahadat.
Sejarah juga telah membuktikan bahwa yang membesarkan Aceh itu adalah Islam bukan sosialisme, bukan nasionalisme, bukan Pancasila tapi hanya Islam. Dan PKS adalah partai yang bisa membawa rakyat Aceh ke sana. Karakteristik ini lah yang dilupakan oleh GAM, mereka lebih mengedepankan nasionalisme semu yang tidak pernha dikenal rakyat Aceh sebelumnya dengan konsep Penjajahan Jawa - Indon. Mereka melupakan sepak terjang pendahulu-pendahulunya yang lebih mengutamakan Islam sebagai setiap langkah kehidupan, bukan nasionalisme. Ini adalah sebuah potensi awal yang dimenangkan oleh PKS.
Kemudian dari sisi Hablumminallah, PKS telah berhasil menguasai kalangan intelektual Aceh yang ada di kampus-kampus, mereka juga partai yang paling rajin terjun ke masyarakat, bukan dengan janji tapi dengan bakti, bukan dengan intimidasi tapi dengan kesantunan, bukan dengan kemerdekaan tapi dengan kesejahtaraan dan syariat Islam, semuanya tentunya akan membuat PKS menjadi semakin besar saja. Keberanian dari PKS tentunya juga tidak terlepas dari keislaman mereka yang begitu kuat, juga dengan prinsip hidup mereka yang ikhlas dan selalu berusaha untuk bersih.
Menuju kesempurnaan merupakan tujuan dari setiap orang, namun menuju kesempurnaan dengan menghargai perbedaan adalah lain cerita, inilah Islam. La Ikrafiddin.

Sempurna
Coba kita tanyakan kepada diri kita masing-masing, siapa yang ingin SEMPURNA ? Sudah barang tentu semua orang ingin mencapai kesempurnaan, bahkan Nabi pun diturunkan sebagai contoh yang sempurna bagi umatnya.
Anda tahu kenapa Linux dan Windows terus saja bersaing, namun Windows selalu menjadi pilihan bagi orang yang menyukai kesempurnaan, karena Windows lebih sempurna daripada Linux, tapi Windows mempunyai lisensi yang menyebabkan ketidaksukaan dari berbagai pihak yang mengembangkan open source. Inilah sebuah kenyataan bahwa kita semua menginginkan kesempurnaan.
Bahkan filosofi kehidupan ini adalah menuju kesempurnaan, ketika manusia diciptkan Allah, maka ia ada 2 pilihan yaitu surga dan neraka, keduanya adalah jalan menuju kesempurnaan. Ketika seseorang dihukum di neraka maka ia menyempurnakan dirinya untuk bisa memasuki surga, sedangkan surga itu merupakan symbol dari kesempurnaan itu sendiri.
Ketika kita menulis, kita membutuhkan kesempurnaan, darimana, dengan adanya seorang editor, orang yang berpikir diluar penulis, sehingga diharapkan bisa menangkap apa yang kurang dari sebuah tulisan.
Ketika Ibu melahirkan anaknya, apa yang ia tanyakan “Lengkapkah jarinya ?” lihatlah semuanya menginginkan kesempurnaan.
Jadi kalau anda semua hidup maka anda harus bisa menuju kepada kesempurnaan, bukan kemudian menjadi cacat.
Lantas kemudian apakah kesempurnaan ketika kita memperjuangkan kemerdekaan Aceh ? Bukan itu bukan kesempurnaan, tapi itu adalah kebodohan, kenapa ? Karena mereka harus belajar dari sejarah bahwa Negara itu hilang dan tumbuh, yang terpenting sekarang adalah humanism dan bagaimana menggapai sebuah peradaban. Sehingga dalam Islam itu melarang ashobiyah, karena Allah menghargai perbedaan dan bukan menjadikan perbedaan itu sebagai alasan untuk saling menumpahkan darah, terlebih lagi bila sesama muslim.
Kesempurnaan bagi seorang muslim adalah menjadi “Insan Kamil”, sedangkan menuju kesanan bukan dengan kesempurnaan akan tetapi butuh onak dan duri atau cobaan-cobaan baik senang dan sedih. Sekali lagi sempurna itu adalah tujuan, bukan proses.

Situasi Aceh Memanas
Ketika situasi Aceh memanas maka anda dapat melihat daerah ALA dan ABBAS, mereka mempersiapkan diri masing-masing untuk mencegah terjadinya intimidasi terhadap mereka, menguatkan keamanan pada masyarakat, menjaga stabilitas daerahnya sendiri. Ini penting, Seperti halnya ketika masa pemberontakkan dahulu tokoh-tokoh Gayo meminta agar diperbanyak TNI di ALA untuk menjaga keamanannya, menjaga masyarakatnya, ini patut dicontoh oleh orang Aceh manapun.
Nah, untuk partai bagaimana caranya ? Tentunya mereka akan membentuk sebuah Satgas, seperti yang dilakukan oleh partai-partai besar lainnya, ntah itu PDI P, Golkar, PKB dan bahkan partai kecil lainnya. Mereka paling tidak mempunyai kekuatan sipil untuk bisa mempertahankan diri mereka, terlebih lagi di Aceh terdapat partai lokal bekas GAM atau PA, yang tentunya jiwa mereka itu adalah jiwa “turun gunung”, mereka belum bisa menjadi warga sipil biasa. Jadi satgas tersebut harusnya tidak melakukan perbuatan anarkis, tapi kalau anda membela diri itu tentunya akan dihormati secara hukum. Satgas itu harus bisa bekerjasama dengan TNI dan POLRI agar anda tidak kesalahan atau menjadi tempat provokasi bagi yang tidak menginginkan perdamaian di Aceh. TNI dan POLRI merupakan tempat satu-satunya untuk anda menjaga keamanan, tapi juga persiapkan diri anda untuk menghadapi setiap hal yang akan terjadi, jadi kalau anda semua belajar ilmu beladiri adalah hal yang wajar, jangan katakana dengan belajar ilmu beladiri maka dikatakan militerisasi, tapi anda harus bersabar dengan orang-orang seperti itu.
Kemarin saya sempat dalam sebuah diskusi dengan beberapa orang Aceh, awal dari diskusi itu adalah mengenai pemekaran wilayah, yang akhirnya terjadi sebuah perdebatan sehingga lawan debat saya mengatakan bahwa saya adalah milisi, bahwa saya adalah cuak, lantas saya jawab dengan cepat kepada mereka bahwa “Cuak-cuak itu sekarang meminta ALA dan ABBAS,”. Sengaja saya katakana itu karena mereka harus sadar bahwa tidak semua rakyat Aceh sama dengan pemikiran nasionalisme semu mereka semua itu. Daud Beureuh dan tokoh Aceh pada masanya adalah sebagai contoh, yang kemudian diikuti oleh tokoh Gayo dan tokoh ABBAS.
Peringatan dari saya kembali, bahwa akan banyak provokasi-provokasi kepada anda semua, dengan mengatasnamakan Islam dan Nasionalisme, Aceh dan Non Aceh, Nasionalisme dan Ultranasionalisme, pemekaran dan non pemekaran, keadilan korban konflik. Dan ini semua adalah provokasi usang yang tidak usah ditanggapi, karena ini adalah dari mereka-mereka yang baru belajar politik dan hanya menginginkan Aceh kembali ke dalam konflik.
Terakhir, selalu saya katakana kalau Aceh sekarang ini dalam dilemma, jangan bawa Aceh kembali ke dalam konflik. Pemekaran wilayah saat ini tinggal diketuk palunya bila keamanan tidak berhasil di Aceh. MoU Helsinky dan UU KPU diperdebatkan berkenaan dengan datangnya pemantau asing Pemilu ke NKRI. Yang terpenting sekarang adalah berdiskusi bagaimana membangun Aceh dengan baik. Juga seringkali saya katakana membuat Aceh tidak aman itu bagaikan membalikkan telapak tangan, tapi rakyat Aceh harus bisa melawan itu semua. Keyakinan saya NKRI tidak main-main lagi dengan perdamaian di Aceh, tapi masalahanya adalah GAM Konservatif yang ingin mengorbankan kembali rakyat Aceh ke dalam konflik untuk membangun kembali generasi kedua GAM, dengan pemimpin baru mereka.