22 Mei 2009

Mengkritisi Catatan Cawapres

Sebelumya mari kita ucapkan rasa bela sungkawa kita kepada korban Hercules, pesawat yang kesekian kalinya mendapatkan musibah, menelan korban sebanyak 102 orang meninggal dunia dan 12 orang yang selamat, sebuah tragedi yang sekarang ini pembahasannya sudah sampai kepada berbagai hal yang menyebabkan ini terjadi.
Dalam tulisan kali ini saya akan mencoba mengungkapkan pemikiran-pemikiran dari orang-orang yang ada di pinggir jalan tentang calon-calon pemimpin yang akan mereka pilih pada pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang akan datang untuk periode 2009 s.d. 2014 ke depan.

SBY Berbudi
“Lanjutkan”. Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) adalah seorang sosok yang amat dipandang, dalam pemilihan Presiden pada tahun 2004 sosok SBY begitu populer di kaum wanita dengan ketampanannya dan bagi sebagian masyarakat Indonesia dengan wibawanya. Sosok suku Jawa yang dianggap mampu untuk dapat mengelola negara ini dengan baik, disamping kerinduan masyarakat pada waktu itu dengan kepemimpinan Soeharto dibalik kekurangannya. Pada tahun itu juga SBY juga telah menggandeng seorang Jusuf Kalla secara pribadi, bukan dari institusi Golkar. Sebuah keputusan yang cukup strategis pada waktu itu, ini ditandai dengan berhasilnya JK mengambil kepemimpinan Golkar dari Akbar Tanjung. Sehingga lengkap sudah kepiawaian SBY untuk menggalang kekuatan dari Parlemen dan masyarakat.
Bahkan dalam pemerintahannya seca makro perekonomian sudah cukup ada kemajuan yang berarti dan keamanan dalam negeri cukup baik, dibalik teriakan-teriakan bahwa sektor real masih belum terlayani dengan baik. Yang cukup membanggakan lagi adalah masuknya SBY ke dalam 100 tokoh yang berpengaruh di dunia pada majalah TIMES, dibalik kekurangannya ini merupakan sebuah kebanggaan buat bangsa Indonesia.
Tapi, dimasa kepemimpinannya kerap kali terdengar adanya 2 matahari dalam kabinetnya, yaitu SBY dan JK, walau itu merupakan pembagian tugas yang sudah disepakati bersama oleh mereka berdua. Bahkan terkesan untuk urusan perekonomiannya JK lebih berperan dibandingkan dengan SBY. Bagi sebagian masyarakat ini adalah pembagian tugas yang amat baik karena JK yang betul-betul mengetahui permasalahan pasar dan kemandirian perekonomian bangsa dan SBY yang seorang ahli strategi hingga membawa bangsa ini sebagai bangsa yang kemudian dihargai oleh bangsa-bangsa lainnya di dunia. Sehingga pecah kongsinya mereka amat disayangkan oleh banyak pihak dan golongan karena mereka menganggap ini merupakan kombinasi yang luar biasa, SBY dengan pemikiran strategiknya sehingga terkedan lamban dan berhati-hati dan JK sebagai problem solver yang cepat dan berani mengambil resiko.
Sehingga pecah kongsi ini menyebabkan masyarakat ingin mengetahui siapa pendamping SBY ke depannya. Karena karakter kepimpinan SBY yang selama ini ada dalam benak masyarakat adalah seorang pemimpin yang tegas namun harus didukung oleh orang-orang yang berani mengambil keputusan dengan cepat untuk menutupi sifat kehatian-hatian dari SBY, serta bawahan yang mau menjadi bamper dalam setiap kebijakan yang kurang populis karena SBY adalah orang yang ingin selalu menjaga imagenya dihadapan orang banyak.
Hal itulah yang menyebabkan kekecewaan pada berbagai komponen masyarakat ketika SBY memilih Boediono sebagai pendampingnya, karena Boediono dianggap seorang yang mempunyai karakter yang sama dengan SBY, sehingga ditakutkan akan menyebabkan roda pemerintahanya tidak berjalan dengan cepat dan efektif serta tidak adanya sebuah inovasi-inovasi dalam membangun negara ini, lebih kepada menjada stabilitas negara saja dalam berbagai bidang.
Sosok Boediono memang dikenal dengan kesederhaannya dan kemauannya dalam bekerja keras, namun ia juga identik dengan kebijakan ekonomi neoliberal yang seringkali diisukan. Bahkan ada yang mengisukan ia merupakan kelompok Berkeley, sebuah komunitas yang memang sengaja sudah dipersiapkan untuk kepentingan asing dalam menelurkan berbagai kebijakan. Kelompok yang diberikan berbagai fasilitas dan kehormatan dalam berbagai komunitas untuk kemudian hari mendukung kebijakan pro asing atau liberalisme. Sosok ini juga dikenal sebagai sosok yang teks book dan ahli dalam menjaga stabilitas sehingga dianggap kurang berani dalam mengambil keputusan-keputusan dengan cepat atau terobosan-terobosan baru.
Sosok Boediono amat jauh berbeda dengan sosok JK, memang dalam kenyataannya adalah apa yang didapatkan dalam dunia teks book ternyata tidak sesuai dengan kenyataan yang ada pada realitasnya. Sosok Boediono dianggap sebagai sosok yang akan mudah di dikte oleh asing karena seorang ekonom yang merupakan didikan barat dan bukan seorang pengusaha yang mengetahui betul permasalahan real di lapangan tentang ekonomi kerakyatan. Inilah sebenarnya yang menjadi permasalahan utama dari sosok Boediono.
Kombinasi SBY Berbudi inilah kemudian dianggap akan membahayakan negara ini menjadi anak emas asing dengan paham neoliberalismenya. Seorang SBY bukan sosok ekonom sehingga ia memerlukan yang mendampinginya itu pro kepada rakyat, namun sampai saat ini dalam kepemerintahan SBY-JK ternyata yang betul-betul bisa mempertahankan ekonomi pro rakyat hanya JK, inilah yang sepertinya ditakutkan oleh beberapa komponen masyarakat.
Walau dalam kenyataannya wacana yang digunakan untuk mereka yang pro liberalisme mengatakan bahwa ini hanyalah sebuah ketidakmampuan dari pengusaha-pengusaha Indonesia untuk dapat bersaing dengan perusahaan-perusahaan asing lainnya.
Sehingga ke depannya kepemerintahan SBY Berbudi ini memang akan sedikit neoliberalisme dengan harapan mampu melindungi ekonomi kerakyatan sekaligus mampu untuk mengundang investor-investor dengan kemudahan-kemudahan dalam masuk ke Indonesia untuk melakukan kegiatan ekonomi. Yang sebenarnya ini sudah dilakukan pada masa Soeharto dahulu, ketika itu kita memang sudah betul-betul masuk ke dalam integrasi perekonomian dunia sehingga terkesan kuat namun ditopang dengan hutang yang amat banyak, dan ketika ada sebuah kesalahan maka terjadi kekolapan yang juga luar biasa. Sebuah konsep perekonomian yang juga seperti gunung es, dengan harapan ketika lebih pro kepada etnis China dalam pengembangan perekonomian diharapkan dapat menggairahkan tenaga kerja sekaligus dapat mengontrolnya dengan lebih mudah. Yang ditakutkan pada masa SBY Berbudi adalah bukan etnis China yang nanti akan diberi kekhususan, namun semuanya dapat masuk dengan mudah sehingga negara ini ditakutkan tergadai karena ketidasiapan SDM untuk dapat berkompetisi dari mereka yang ada di negara ini. Dan tentunya ini tidak sesuai dengan UUD 1945 yang sama sekali bukan ekonomi neoliberalisme.
Namun, sekali SBY sebagai seorang ahli strategi mencoba mengkouter hal tersebut dengan tetap meyakinkan dengan merangkul Partai-partai Islam dalam koalisinya seperti PKS, PPP, PKB dan PAN, walau hampir kesemua partai tersebut terbelah dukungan yang diberikan.
Di luar konteks itu adalah kedua-duanya merupakan suku Jawa, yang sering kali dianggap kurang merepresentasikan nasionalisme dari NKRI, bahkan bagi sebagian komponen dari bagian Islam melihat karakter Boediono bukan bagian dari Islam. Dan isu-isu inilah yang nanti akan menjadi bahan kampanye dari masing-masing tim sukses.

JK – Wiranto
“Lebih cepat lebih baik”, inilah yang selalu dikatakan oleh JK dalam kampanyenya. Dan ini memang selalu dapat terealisasikan dalam setiap perbuatannya. JK – Wiranto merupakan Cawapres yang pertama kali mendeklarasikan dirinya, bahkan setelah mendeklarasikan dirinya dengan cepat ia melakukan pendekatan-pendekatan kepada kampanye-kampanye ke berbagai komponen masyarakat.
JK semenjak menjadi Wapres memang telah menempatkan dirinya menjadi sosok yang sederhana, ini terlihat dari pakaian-pakaian yang digunakannya. Dan kerap kali ia mengatakan bahwa sejak 10 tahun ia sudah melepaskan profesinya sebagai seorang pengusaha, walau itu tidak bisa dilepaskan bahwa ia pernah menjadi pengusaha.
Selain seorang pengusaha ia juga terkenal sebagai tokoh Agama yang berasal dari kalangan NU, dan terdengar aktif dalam berbagai kegiatan agama.
Dan yang lebih menarik sekarang ia telah merangkul golongan nasionalis, dengan isu-isu neo leberalisem dan ekonomi kerakyatan yang di canangkannya serat pengalaman-pengalamannya sewaktu menjadi Menkokesra dan Wapres, ini adalah sungguh menarik. Dan sebelumnya juga ia telahj menunjukkannya menjadi seorang problem solver dalam masalah Aceh dan Poso serta banyak lagi pertikaian yang terjadi di Indonesia.
Seorang sosok yang ingin mencoba membumi.
Wiranto denga slogannya “Hati Nurani Rakyat”, sebuah slogan yang menginginkan perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat, merasa kebijakan Pemerintah sudah tidak lagi sesuai atau pro rakyat.
Wiranto dikenal sebagai tokoh TNI yang loyal kepada pimpinan dan nasionalis yang tinggi, ini terbukti ketika Mei 1998 ia telah mengambil sebuah loyalitas kepada Negara untuk menyerahkan mandat kepada masyarakat walau pada waktu itu kedudukannya adalah sama seperti Soeharto pada era Soekarno. Namun, ia juga terkena kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Tim-tim walau kemudian permasalahan ini sudah diselesaikan dengan perjanjian bilateral antara Tim-tim dan NKRI.
Wiranto yang pernah menjadi Capres pada tahun 2004 melalui Golkar namun kalah, karena berbagai trik dari elit Golkar sehingga kapasitasnya menjadi lemah. Ini pulalah yang menyebabkan ia keluar dari Golkar dan membentuk Partai HANURA dengan capaian pemilih hampir sampai 4%.
Diluar elit partai Islam dan nasionalis, maka yang pro nasionalism dan Islam sepertinya akan memilh pasangan ini dari pada SBY Berbudi dengan berbagai pertimbangan di atas tersebut, atau sebut saja karena wacana neoliberalism yang kini membahana, begitu juga kiranya dengan para Pengusaha.
Selain itu pasangan ini juga sudah mewakili Jawa dan Non Jawa, TNI dan Sipil, Pengusaha dan Nasionalis serta unsur Agama. Walau kita kerap kali mencoba menghilangkan unsur-unsur ini tapi terkadang pada tingkat grassroot masayarakat masih peduli dengan hal tersebut.
Dan potensi inilah yangm menurut saya akan membahayakan SBY Berbudi yang sekarang ini terlihat begitu percaya diri dengan hasil survey, karena unsur perwakilan yang melekat pada pasangan JK – Win.

Mega – Pro
“Wong Cilik dan Ekonomi Kerakyatan”. Sejak awal munculnya ia di dunia politik sejak zaman Orde baru, Megawati merupakan seorang sosok yang termarginalkan dan membawa kharisma Bung Karno pada dirinya. Ia kemudian menjadi ikon perjuangan wong cilik pada masa kejatuhan Soeharto, dan inilah yang menyebabkan PDI Perjuangan berhasil memenangkan Pemilu pada tahun 1999 dengan angka yang cukup fantastis.
Namun, kemenangan PDI P tidak lantas memenangkan dirinya menjadi Presiden, karena pada kenyataannya yang diusung adalah Abdurrahman Wahid – Megawati, yang akhirnya dimenangkan pasangan tersebut dalam 2 kali putaran.
Akan tetapi, baru setahun menjabat Presiden, Gus Dur akhirnya dilengserkan sehingga Mega menjadi Presiden NKRI yang keempat dan bertahan sampai tahun 2004. Pada masa inilah rakyat telah menilai berbagai kebijakan Mega, seperti mengatakan nasionalis akan tetapi banyak atau beberapa aset negara yang dijual kepada asing dengan berbagai macam alasan, dan kambing hitamnya adalah Laksamana Sukardi, padahal itu adalah dibawah kepemimpinan Mega. Banyak hal yang pada masa Megawati bertolak belakang dengan apa yang namanya “Wong Cilik”.
Hebatnya lagi ketika tahun 2004 kalah dengan SBY dalam pilpres, Mega mengambil posisi sebagai oposisi untuk mengkritisi SBY, tapi pada 2009 malah suaranya turun. Ini sepertinya menandakan bahwa animo masyarakat kepada Mega sudah jauh berkurang, karena ia merupakan partai oposisi berarti tidak berhasil dalam memberikan keyakinan kepada masyarakat. Dan seharusnya ini menjadi perhatian dari Megawati.
Kemudian untuk Prabowo, seorang TNI sekaligus seorang Pengusaha, dalam karir militernya Prabowo pernah dianggap memanfaatkan Soeharto, sebagai menantunya, untuk mendongkrak dengan cepat karir militernya. Dan kerap kali ia melakukan hal-hal yang diluar struktur militer, terakhir terbukti dari di nonaktifkan dirinya karena menculik aktifis Mei 1998. Sehingga ia dikenal sebagai sosok yang ambisius.
Ini juga terlihat dari bersatunya Mega – Pro memakan waktu yang amat lama dan terkesan ada pemaksaan terhadap Mega, ini merupakan salah satu kelemahan dalam berpasangan. Karena yang menjadi Presiden adalah Mega bukan Prabowo, maka kedepannya hanya akan terjadi 2 matahari, tapi tidak seperti SBY – JK yang saling melengkapi, pasangan ini ada kemungkinan akan saling menjatuhkan atau Mega akan terkalahkan kebijakannya, tapi sudah barang tentu kroni Mega akan melakukan perlawanan, tentunya pemerintahan menjadi tidak efektif.
Yang menarik untuk dijadikan wacana lagi adalah kekayaan dari Prabowo yang luar biasa, dan masyarakat juga tidak tahu sepak terjangnya sebelum mencalonkan diri menjadi Cawapres atau mendirikan partai, sehingga kesan ambisi masih melekat pada dirinya walau kemudian ia mengatakan ekonomi pro rakyat. Waktunya terlalu cepat.

Komentar Rakyat
“Saya maunya aman, bisa cari uang,”. Inilah point penting yang diinginkan oleh rakyat pada umumnya, mereka tidak terlalu memikirkan perekonomian kita seperti apa. Keamanan. Mereka mendapatkan itu dari SBY, kestabilan, tapi mereka juga menginginkan terobosan-terobosan, terlebih lagi pada masa krisis dunia seperti ini. Tapi jangan lupa sosok SBY juga melekat pada Wiranto ditambah dengan ketegasannya.
“Yang mana saja, yang penting sekolah gratis,”. Point ini penting, terlihat rakyat kurang peduli dengan siapa dia akan memilih, tapi terlihat pula sosok SBY yang telah memberikan pendidikan gratis semasa kepemerintahannya. Selain melekat kepada SBY ini juga melekat kepada JK, karena mereka dalam satu keperintahan.
“Saya cuma mau pemerintah yang bersih, tidak korupsi,”. Kembali SBY dan JK menjadi pilihan rakyat pada umumnya, karena mereka tergolong bersih dan mau berjibaku untuk pemberantasan korupsi. Dan ini rasanya masih perlu dibuktikan oleh pasangan Mega – Pro, khusus Pro mereka mempertanyakan begitu jor-jorannya Prabowo dalam mengeluarkan uangnya, sehingga mau tidak mau rakyat berpikir ia terlalu berambisi dan ambisi itu menurut mereka tidak baik.
“Kami tidak mau di bawah asing, ada kemandirian nasional dan pro rakyat miskin,” Inilah yang kemudian menjadi isu besar dari persaingan ketiga pasangan, karena bila dilihat dari hal ini maka pasangan Mega – Pro sepertinya lebih mendekatinya, namun terbentur oleh track record Megawati. Sedangkan kembali JK – Win mendapatkan angin karena JK bisa berkelit bahwa kebijakan yang pro rakyat adalah kebijakan yang diusulnya sedangkan biaya tinggi adalah kebijakan dari Tim Ekonomi SBY yang tidak bisa dia cegah.

Kesimpulan
Semuanya tergantung kepada pilhan hati untuk memilihnya, dan ini berpengaruh kepada masa depan kita, karena saat inilah kita bisa sejajar dengan bangsa lain bila pada jalur yang benar atau kita menjadi ketinggalan kembali. Saat ini adalah dimana bangsa-bangsa yang maju mengalami masalah ekonomi yang luar biasa, dan saatnya kita dapat mengejar ketertinggalan dengan kemampuan kita sendiri, memperjuangkan nasionalisme kita sendiri dan punya daya tawar untuk kepentingan bangsa dan negara.
Atau kita menjadi anak kesayangan asing dengan harapan bantuan dari mereka, mendapatkan kesempatan untuk berperan dalam dunia internasional akan tetapi dengan agenda dari asing.
Wallahu’alam bishowab.

Tidak ada komentar: