03 Maret 2009

Demokrasi, PKS Maju Terus

Hanya PKS Yang Sesuai Dengan Karakteristik Rakyat Aceh
Akhir-akhir ini dalam setiap kesempatan di mailing list saya seringkali melihat banyaknya pendiskreditan terhadap PKS atau Partai Keadilan Sejahtera dengan berbagai cara dan persepsi, ada yang langsung meneror PKS, ada yang memfitnah PKS, ada pula yang membangun sebuah wacana usang PKS.
Bagi saya ini adalah tidak lebih daripada dinamika politik yang semakin panas di Aceh berkenaan dengan Pemilu yang sebentar lagi akan diadakan, PKS merupakan salah satu Partai yang akan menuai suara di kalangan pemuda, intelektual, dan masyarakat perkotaan.
Daerah ALA sampai saat ini terlihat masihlah akan diperebutkan Parnas, karena Partai Lokal terlihat sulit menembus di sana, GOLKAR dan PKS juga Demokrat akan bersaing keras. Begitu juga dengan ABBAS, partai lokal hanya akan menunjukkan eksistensinya di pedesaan, seperti yang terjadi ketika Hasan Tiro datang maka Partai Aceh tidak mendapatkan sambutan dari masyarakat Meulaboh dengan gegap gempita seperti halnya di Aceh bagian timur. Kedatangan Hasan Tiro bisa dikatakan sebagai uji coba bagaimana tanggapan rakyat Aceh terhadap Partai Aceh. Namun kedepan sejalan dengan percaturan politik di Aceh makan Parlok-parlok ini rasanya akan mendapatkan peralawanan yang cukup berat dari Parnas, untuk Aceh bagian Timur perlawanan terkeras di dapat dari PKS.
Belum lagi ketika Kuntoro mengatakan bahwa PA hanya akan mendapatkan 30% jika tidak melakukan intimidasi, menurut saya akan kurang dari 30%. Kuntoro sebagai Pemimpin dari BRR tentunya adalah orang yang langsung berinteraksi dengan KPA yang notabene GAM, notabene PA. Tentunya ia tahu betul karakter dari orang-orang Aceh, bagaimana proyek yang tidak dikerjakan dengan benar, bagaimana memanipulasi uang proyek, siapa saja yang melakukan kecurangan, ini perlu diingat. Kuntoro sebenarnya terlalu berbaik hati mengatakan 30%, walau ia sebenarnya mungkin ingin mengatakan hanya 20% jika PA tidak menggunakan intimidasi.
Sebagai gambaran kasarnya adalah Irwandy dan Nazar ketika memenangkan Pilkada hanya mendapatkan suara sebanyak kurang lebih 30% saja, itupun dukungan dari SIRA lebih besar, ketika mereka terpecah antasa Partai SIRA dengan PA tentunya ini akan memecah suara tersebut juga. Memang hal yang patut diperhitungkan adalah ketika KPA dengan uang dari BRR menggunakan berbagai pendekatan terhadap masyarakat, tapi kenyataannya adalah terbalik, yang terjadi adalah kebencian masyarakat terhadap PA, utamanya kepada petinggi-petingginya yang telah hidup mewah tapi melupakan masyarakat, semua ini tentunya akan berhubungan antara satu dengan yang lain. Keserakahanlah yang telah membuat PA menjadi hancur selama ini, kesempatan yang ada telah disia-siakan.
Isu ALA dan ABBAS juga tentu berpengaruh terhadap pemilih yang ada di Aceh, jika mereka memilik Partai Lokal, seperti PA maka sudah barang tentu keinginan mereka untuk berpisah akan menjadi NOL kembali, karena dalam persepsi mereka pemekaran ini tinggal menunggu waktu saja, menunggu pergantian kepemimpinan baru, menunggu perubahan situasi yang di Aceh sebenarnya masih sangat labil dengan pemberontakkan kembali GAM, yang terjadi sebelum ini ada upaya dari GAM Konservatif untuk “Lempar Batu Sembunyi Tangan”.
Hal mendasar yang juga sering dilupakan adalah bahwa masyarakat Aceh sudah bosan dengan konflik, mereka kini berupaya untuk mencegah kembalinya konflik di Aceh, dan mereka sadar bahwa PA bukan pilihan mereka karena ada diantara kader-kader mereka yang mengatakan bahwa sekarang ini adalah waktunya untuk memperjuangkan kemerdekaan Aceh melalui legislative, memberikan janji kalau PA menang maka Aceh akan merdeka. Tapi mereka lupa rakyat Aceh tidak butuh lagi kemerdekaan tapi butuh kesejahteraan, mereka bosan konflik. Kembali isu ini akan menjadi tamparan bagi PA sendiri.
Inilah menurut saya kenapa Kuntoro mengatakan hal yang demikian, walau menuru saya bukan 30% tapi hanya 20% saja PA mendapatkan suara.
Kembali ke PKS, perubahan paradigma PKS sekarang adalah mereka telah berupaya untuk merubah Partainya yang dahulu dikatakan eksklusif menjadi partai terbuka, dapat dilihat dari iklan-iklannya, dari yang mengangkat Soeharto menjadi icon kampanyenya, menjadikan berbagai golongan masyarakat sebagai iconnya tidak hanya wanita berjilbab dan pemuda yang berjanggut, ini adalah perubahan serius yang ingin mengatakan bahwa PKS adalah partai bagi setiap kalangan. Walau kemudian mendapatkan kritikan dari berbagai kalangan juga yang tidak menginginkan PKS menjadi besar tentunya, inilah politik.
Jika kita melihat Islam yang diusung PKS sekarang lebih sudah sesuai dengan karakteristik bangsa Aceh dan bangsa Indonesia pada umumnya. PKS menjadi lebih terbuka dan nyaman untuk siapapun.
Saya menjadi teringat ketika awal saya melihat PKS, PKS ini selalu ditakuti Partai besar lainnya karena mesin politiknya yang luar biasa, loyalitas anggotanya, selalu membantu yang tertimpa musibah dan juga mampu menggunakan metode-metode kampanye inovatif dan modern.
Kenapa PKS sesuai dengan karakteristik rakyat Aceh ?
Islam, hanya itu jawabannya, Islam adalah Agama yang sempurna, semua muslimin tentunya percaya dengan yang satu ini, ntah itu Irwandy Yusuf, Hasan Tiro, atau yang lainnya selama mengucapkan 2 kalimat syahadat.
Sejarah juga telah membuktikan bahwa yang membesarkan Aceh itu adalah Islam bukan sosialisme, bukan nasionalisme, bukan Pancasila tapi hanya Islam. Dan PKS adalah partai yang bisa membawa rakyat Aceh ke sana. Karakteristik ini lah yang dilupakan oleh GAM, mereka lebih mengedepankan nasionalisme semu yang tidak pernha dikenal rakyat Aceh sebelumnya dengan konsep Penjajahan Jawa - Indon. Mereka melupakan sepak terjang pendahulu-pendahulunya yang lebih mengutamakan Islam sebagai setiap langkah kehidupan, bukan nasionalisme. Ini adalah sebuah potensi awal yang dimenangkan oleh PKS.
Kemudian dari sisi Hablumminallah, PKS telah berhasil menguasai kalangan intelektual Aceh yang ada di kampus-kampus, mereka juga partai yang paling rajin terjun ke masyarakat, bukan dengan janji tapi dengan bakti, bukan dengan intimidasi tapi dengan kesantunan, bukan dengan kemerdekaan tapi dengan kesejahtaraan dan syariat Islam, semuanya tentunya akan membuat PKS menjadi semakin besar saja. Keberanian dari PKS tentunya juga tidak terlepas dari keislaman mereka yang begitu kuat, juga dengan prinsip hidup mereka yang ikhlas dan selalu berusaha untuk bersih.
Menuju kesempurnaan merupakan tujuan dari setiap orang, namun menuju kesempurnaan dengan menghargai perbedaan adalah lain cerita, inilah Islam. La Ikrafiddin.

Sempurna
Coba kita tanyakan kepada diri kita masing-masing, siapa yang ingin SEMPURNA ? Sudah barang tentu semua orang ingin mencapai kesempurnaan, bahkan Nabi pun diturunkan sebagai contoh yang sempurna bagi umatnya.
Anda tahu kenapa Linux dan Windows terus saja bersaing, namun Windows selalu menjadi pilihan bagi orang yang menyukai kesempurnaan, karena Windows lebih sempurna daripada Linux, tapi Windows mempunyai lisensi yang menyebabkan ketidaksukaan dari berbagai pihak yang mengembangkan open source. Inilah sebuah kenyataan bahwa kita semua menginginkan kesempurnaan.
Bahkan filosofi kehidupan ini adalah menuju kesempurnaan, ketika manusia diciptkan Allah, maka ia ada 2 pilihan yaitu surga dan neraka, keduanya adalah jalan menuju kesempurnaan. Ketika seseorang dihukum di neraka maka ia menyempurnakan dirinya untuk bisa memasuki surga, sedangkan surga itu merupakan symbol dari kesempurnaan itu sendiri.
Ketika kita menulis, kita membutuhkan kesempurnaan, darimana, dengan adanya seorang editor, orang yang berpikir diluar penulis, sehingga diharapkan bisa menangkap apa yang kurang dari sebuah tulisan.
Ketika Ibu melahirkan anaknya, apa yang ia tanyakan “Lengkapkah jarinya ?” lihatlah semuanya menginginkan kesempurnaan.
Jadi kalau anda semua hidup maka anda harus bisa menuju kepada kesempurnaan, bukan kemudian menjadi cacat.
Lantas kemudian apakah kesempurnaan ketika kita memperjuangkan kemerdekaan Aceh ? Bukan itu bukan kesempurnaan, tapi itu adalah kebodohan, kenapa ? Karena mereka harus belajar dari sejarah bahwa Negara itu hilang dan tumbuh, yang terpenting sekarang adalah humanism dan bagaimana menggapai sebuah peradaban. Sehingga dalam Islam itu melarang ashobiyah, karena Allah menghargai perbedaan dan bukan menjadikan perbedaan itu sebagai alasan untuk saling menumpahkan darah, terlebih lagi bila sesama muslim.
Kesempurnaan bagi seorang muslim adalah menjadi “Insan Kamil”, sedangkan menuju kesanan bukan dengan kesempurnaan akan tetapi butuh onak dan duri atau cobaan-cobaan baik senang dan sedih. Sekali lagi sempurna itu adalah tujuan, bukan proses.

Situasi Aceh Memanas
Ketika situasi Aceh memanas maka anda dapat melihat daerah ALA dan ABBAS, mereka mempersiapkan diri masing-masing untuk mencegah terjadinya intimidasi terhadap mereka, menguatkan keamanan pada masyarakat, menjaga stabilitas daerahnya sendiri. Ini penting, Seperti halnya ketika masa pemberontakkan dahulu tokoh-tokoh Gayo meminta agar diperbanyak TNI di ALA untuk menjaga keamanannya, menjaga masyarakatnya, ini patut dicontoh oleh orang Aceh manapun.
Nah, untuk partai bagaimana caranya ? Tentunya mereka akan membentuk sebuah Satgas, seperti yang dilakukan oleh partai-partai besar lainnya, ntah itu PDI P, Golkar, PKB dan bahkan partai kecil lainnya. Mereka paling tidak mempunyai kekuatan sipil untuk bisa mempertahankan diri mereka, terlebih lagi di Aceh terdapat partai lokal bekas GAM atau PA, yang tentunya jiwa mereka itu adalah jiwa “turun gunung”, mereka belum bisa menjadi warga sipil biasa. Jadi satgas tersebut harusnya tidak melakukan perbuatan anarkis, tapi kalau anda membela diri itu tentunya akan dihormati secara hukum. Satgas itu harus bisa bekerjasama dengan TNI dan POLRI agar anda tidak kesalahan atau menjadi tempat provokasi bagi yang tidak menginginkan perdamaian di Aceh. TNI dan POLRI merupakan tempat satu-satunya untuk anda menjaga keamanan, tapi juga persiapkan diri anda untuk menghadapi setiap hal yang akan terjadi, jadi kalau anda semua belajar ilmu beladiri adalah hal yang wajar, jangan katakana dengan belajar ilmu beladiri maka dikatakan militerisasi, tapi anda harus bersabar dengan orang-orang seperti itu.
Kemarin saya sempat dalam sebuah diskusi dengan beberapa orang Aceh, awal dari diskusi itu adalah mengenai pemekaran wilayah, yang akhirnya terjadi sebuah perdebatan sehingga lawan debat saya mengatakan bahwa saya adalah milisi, bahwa saya adalah cuak, lantas saya jawab dengan cepat kepada mereka bahwa “Cuak-cuak itu sekarang meminta ALA dan ABBAS,”. Sengaja saya katakana itu karena mereka harus sadar bahwa tidak semua rakyat Aceh sama dengan pemikiran nasionalisme semu mereka semua itu. Daud Beureuh dan tokoh Aceh pada masanya adalah sebagai contoh, yang kemudian diikuti oleh tokoh Gayo dan tokoh ABBAS.
Peringatan dari saya kembali, bahwa akan banyak provokasi-provokasi kepada anda semua, dengan mengatasnamakan Islam dan Nasionalisme, Aceh dan Non Aceh, Nasionalisme dan Ultranasionalisme, pemekaran dan non pemekaran, keadilan korban konflik. Dan ini semua adalah provokasi usang yang tidak usah ditanggapi, karena ini adalah dari mereka-mereka yang baru belajar politik dan hanya menginginkan Aceh kembali ke dalam konflik.
Terakhir, selalu saya katakana kalau Aceh sekarang ini dalam dilemma, jangan bawa Aceh kembali ke dalam konflik. Pemekaran wilayah saat ini tinggal diketuk palunya bila keamanan tidak berhasil di Aceh. MoU Helsinky dan UU KPU diperdebatkan berkenaan dengan datangnya pemantau asing Pemilu ke NKRI. Yang terpenting sekarang adalah berdiskusi bagaimana membangun Aceh dengan baik. Juga seringkali saya katakana membuat Aceh tidak aman itu bagaikan membalikkan telapak tangan, tapi rakyat Aceh harus bisa melawan itu semua. Keyakinan saya NKRI tidak main-main lagi dengan perdamaian di Aceh, tapi masalahanya adalah GAM Konservatif yang ingin mengorbankan kembali rakyat Aceh ke dalam konflik untuk membangun kembali generasi kedua GAM, dengan pemimpin baru mereka.

Tidak ada komentar: