09 Februari 2009

Blankon Jawa Memberi Bulan

Muka Win terlihat memerah, tangannya gemetar, hatinya saat ini sedang membara menahan seluruh emosi yang ada pada dirinya. Dirinya sudah tidak kuasa lagi, ia merasa dipermainkan, ia merasa telah ditusuk dari belakang.
“Inikah politik ? Kejam politik itu, aku sudah tidak tahu lagi mana kawan dan lawan, aku sudah tidak tahu lagi harus berbuat apa, sungguh semuanya membuat aku muak. Dulu politik untuk memperjuangkan gerah di hati, sekarang politik ekonomi, setan kalian semua” katanya dalam hati.
Bagaimana Win tidak marah, semenjak ia berangkat ke pertemuan dengan Bapak Irwan dan proyek yang mereka telaha terima ia hanya kebagian sedikit saja, dan ia juga sepertinya telah dijauhkan dari proyek itu. Mereka semua tidak menghargai dia, walau mereka telah membuang dia dengan teramat santun seperti halnya dengan orang jawa yang sesawo matang kulitnya itu.
Namun ia sadar bahwa kemampuannya hanyalah pas-pasan, kelebihannya hanyalah ia pandai berbahasa Inggris yang sebenarnya Bapak Irwan bisa mendapatkkannya dimanapun, namun dari sisi pendidikan ia kurang, walau ia adalah mantan aktivis yang dahulu begitu mendukung perjuangan dari Bapak Irwan.
Setelah Bapak Irwan mendapatkan jabatannya sepertinya ia telah berubah, dalam merekrut jabatan atau orang-orangnya selalu menggunakan sebuah tim yang terdiri dari orang yang menurut Umar adalah pintar-pintar bodoh. Pintar dalam artian mereka semua sudah bergelar Profesor dan Doktor, tapi mereka bodoh karena menurut Win mereka tidak tahu permasalahan sesungguhnya dari masyarakat sekarang ini.
Walau ia tidak menutupi kenyataan bahwa hidupnya saat ini sedang dalam keadaan sulit, semuanya pas-pasan, padahal ia menginginkan agar anak-anaknya dapat sekolah yang terbaik dan mendapatkan kesempatan seperti orang-orang kaya atau orang-orang borjuis, sebutan Win mengejek kepada orang-orang kaya dahulu sewaktu ia memimpin pergerakan mahasiswa.
Idealisme ia dahulu kini sepertinya sudah luntur ketika Win menghadapi kenyataan hidup sesungguhnya, dalam hati ia menyesal kenapa ia dahulu tidak menamatkan kuliahnya malah lebih asik kepada melakukan gerakan-gerakan bawah tanah yang akhirnya menjadikan ia terlempar dari kuliahnya. Namun untuk menghibur hatinya ia beranggapan bahwa banyak orang-orang besar yang memang seperti dirinya. Ia kemudian tersenyum pedih di hatinya.
Oleh karena itu, ia sadar, ia harus membawa beberapa teman Bapak Irwan untuk bisa meyakinkan dia, atau ia berusaha melakukan sebuah lobby dengannya agar minimal bisa duduk dekat Bapak Irwan dan bisa mengeluarkan seluruh idealismenya, paling tidak Bapak Irwan tahu tentang pemikirannya,” Yah, minimal satu atau dua proyek dapat diraih, minimal anakku selam 10 tahun kedepan aman,” katanya dalam hati.
Namun sekarang semuanya menjadi sia-sia, teman-temannya telah menelikungnya dari belakang, bahkan teman-temannya malah menjerumuskan dirinya setelah pada awalnya telah mangangkatnya dengan tinggi-tinggi.
Ketika melakukan pertemanan dengan Bapak Irwan ia telah mengajak 1 orang kepercayaan pejabat itu bernama Darus, kemudian 2 teman kuliah seperjuangannya Chandra dan Adnan, lantas 1 orang juara lobby yang bernama Irvan dan terakhir adalah Ujang orang yang pandai sekali mencairkan suasana.
Mereka berlima telah berdiri disebuah pintu yang kokoh, sekretaris pribadi dari Bapak Irwan yang bernama Minati telah mempersilahkan mereka untuk masuk ke ruangan.
Tok tok tok terlihat pintu digedor oleh Minati. Kreeek, kemudian ia membuka pintu. Terlihat Bapak Irwan sedang sibuk dengan tumpukkan surat-surat yang harus dia disposisikan ke bawahannya agar roda pemerintahan dapat berjalan dengan sebagai mana mestinya.
“Asslm, Pak.” Kata Minati.
“Wasslm, Mi. Siapa tamu kita Mi ?” jawab Irwan sambil melirik kepada Minati.
“Ini Pak, ada teman-teman Pak Darus, mereka ingin bertemu Bapak,” ujar Minati dengan kepala tertunduk dan kata-kata yang pelan dan teramat sopan seperti halnya ketika seorang punggawa berkata kepada Rajanya.
“Darus ? Mmmh, oh ya suruh dia masuk !,” kata Irwan.
Awalnya Darus kemudian diikuti oleh Win dan kawan-kawannya masuk ke ruangan yang cukup tertata dengan baik dan sederhana tapi terlihat mewah tersebut.
“Mmm, silahkan duduk,” kata Bapak Irwan.
Kelima orang tersebut terlihat duduk setelah mereka berjabatan tangan dengan Bapak Irwan.
“Apa kabar mu, Darus ?”tanya Bapak Irwan.
“Alhamdulillah, kami semua baik-baik saja Pak,” jawab Darus.
Bapak Irwan menganguk-agukkan kepalanya,”Syukur lah, siapa teman-temanmu Rus?” tanyanya.
“Oh ya Pak, ini Win, ia dulu seorang aktifis yang dahulu ikut berjuang memperjuangkan pemikiran Bapak, sampai-sampai kuliahnya ga selesai loh Pak. Dan ini teman Win, Chandra dan Adnan, mereka juga mantan aktivis tapi mereka berhasil menyelesaikan kuliahnya, tidak seperti Win, he he. Dan yang terakhir ini tentu Bapak masih ingat si tukang rusuh sewaktu dulu kita masih belum jadi apa-apa Pak,” jawab Darus.
Bapak Irwan juga tersenyum, ia juga teringat kembali dengan masa lalu yang memang penuh dengan gerakan-gerakan organisasi, rasanya sudah cukup ia makan asam garam kehidupan, terlebih lagi untuk urusan politik.
Sekilas ia melihat sosok Win, wajahnya memang terlihat betul-betul seperti layaknya seorang penggerak, wajahnya terlihat begitu keras, matanya sedikit agak licik yang memang dibutuhkan dalam dunianya yang keras itu, tapi terlihat ada sedikit kelembutan di wajahnya itu. Kulitnya memang agak hitam, seperti kulit kebanyakan dari suku Jawa yang sawo matang, atau mungkin ada keturunan dari sana pikir Bapak Irwan. Lantas ia melihat kepada Chandra dengan muka yang lumayan menarik, kulit yang bersih, namun matanya menunjukkan terlihat mata yang suka menerawang, sosok manusia yang menurutnya selalu berpikir ke depan. Sedangkan Adnan sepertinya sosok anak mama, mungkin waktu ikut gerakan dulu ia hanya menjadi seorang pelengkap saja. Sedangkan yang dua lagi ia sudah mengetahuinya dengan cukup baik.
“Okelah, jadi apa tujuan ketemu dengan saya…Darus ?”, tanya Bapak Irwan.
Semuanya sejenak terdiam, mereka semua berpikir kalau seseorang menjadi pejabat memang berubah, padahal dahulu sewaktu mereka masih sama-sama susah mereka tidur dalam sartu bantal, merokok bersama dan bercanda bersama. Tapi Darus memang tahu betul sosok Bapak Irwan ini adalah sosok yang keras dan kalau dalam keadaan ia tertekan terkadang emosinya cepat memuncak. Namun dibalik itu semua ia pandai memanfaatkan emosinya itu untuk kepentingannya. Sehingga terkadang teman-temannya selalu berpikir bahwa ia pura-pura marah saja.
“Baik, Pak. Begini Pak, langsung saja ke persoalannya. Kami berlima sedang kesulitan sekarang ini, kami sedang mencoba membuka usaha, tapi kesulitan sekarang karena terbentur modal, kami mohon agar bapak dapat memberikan jalan kepada kami, atau jika memang itu tidak memungkinkan bagaimana caranya agar kami dapat bekerja,” kata Darus.
“Mmmhh, seringkali aku berpikir bagaimana kiranya aku harus balas budi dengan mereka semua, mereka tidak salah, tapi bukankah aku sudah memberikan banyak kesempat pekerjaan kepada mereka, terutama si Darus ini. Darus, Darus, harusnya engkau bisa memberikan mereka sebuah pekerjaan, tapi kau malah bawa pula mereka kesini,” ujar Bang Irwan dalam hatinya.
“Kau bisa apa Win?” tanya Bang Irwan kepada Win.
Win tiba-tiba hatinya sedikit terbang karena ia mendapatkan perhatian dari orang yang dianggapnya sombong itu, tapi ia menyadari juga bahwa kesombongan adalah milik para idealis. Dengan sedikit agak cuek dia berkata dengan meyakinkan, “Saya bisa bahasa Prancis, Inggris, mantan aktifis, saya yakin saya bisa menyelematkan kebijakan Bapak Irwan,”
Bapak Irwan hanya bisa menatap mata Win, lantas dalam hati ia berkata,”Kebijakan apa yang bisa kau selamatkan ? Dari matamu saja aku tahu bahwa kau tak pantas untuk ikut aku, sedikit saja kau tidak dituruti maka kau akan melawan, dirimu memang seperti teman-temanmu korban konflik, tidak panjang pikiran, jiwanmu penuh konflik. Sudah puluhan tahun aku bergabung dengan orang-orang seperti kau Win. Sombong sekali kau ya. Kurasa kau hanya pandai bahasa saja, tapi analisismu masih kurang, sudah bosan aku dengan orang-orang sepertimu. Aku akan test kau”
“Baiklah, aku akan test kalian bertiga, Win, Adnan dan Chandra bila saya ada di dalam sebuah konflik, lantas saya dalam keadaan kesulitan, apa yang akan engkau akan berikan jika punya 3 pilihan yang pertama memberikan aku rokok, kedua memberikan aku pedang atau yang ketiga memberikan aku air. Mana yang kau pilih dan sebutkan dari yang pertama sampai yang terakhir, juga jangan lupa ceritakan alasannya,” tanya Bapak Irwan.
Sejenak Win terdiam, ia tersenyum pongah, kemudian ia berkata,”Aku akan beri Bapak Pedang dahulu agar Bapak bisa menghabisi musuh-musuh Bapak, baru kemudian Air dan terakhir adalah rokok. Dengan memberikan aku pedang terlebih dahulu maka Bapak bisa menghabiskan musuh-musuh Bapak, baru kemudian Bapak bisa minum air untuk menenangkan diri dan bersantai setelah semuanya selesai denganmerokok.”.
Bapak Irwan lantas memandang kepada Adnan.
“Mmmhh, kalau saya tentunya akan memberikan air dulu kepada Bapak, agar Bapak tenang, bapak bisa berpikir. Setelah itu saya akan memberikan pedang kepada Bapak untuk melakukan apa yang Bapak lakukan. Dan terakhir tentunya saya akan memberikan rokok sebagai tanda kemenangan Bapak. Dengan memberikan bapak air maka bapak akan tenang, hingga bapak bisa menghabisi musuh-musuh bapak dan merokok untuk kemenangan bapak” Kata Adnan dengan datar.
“Baiklah. Kau Chandra ya…?” tanya Bapak Irwan.
“Kalau saya Pak, saya akan memberikan bapak rokok dulu agar Bapak tahu arti kemenangan terlebih dahulu, baru kemudian saya memberikan pedang dan terakhir air. Ketika saya memberikan bapak rokok maka saya berharap bapak yakin bahwa kemenangan sudah di tangan Bapak, lalu bapak bisa menghabisi musuh bapak dengan pedang bapak, dan bapak bisa tenang dengan meminum air untuk menghilangkan kecapean Bapak,” jawab Chandra agar terbata-bata.
Mendengar ketiganya Bapak Irwan hanya tersenyum sinis. “Kalau kau apa Ara ?”. Tanyanya kepada si tukang rusuh.
“He he, kalau saya mudah saja Pak. Pertama kali yang saya lakukan adalah saya ajak bapak menjauh dari konflik, kemudian saya suruh Bapak sembunyi dan saya yang akan merokok dulu lantas menebas mereka semua dengan pedang saya kemudian saya akan minum air lantas tertidur…ha ha ha ha”kata Ara dengan tertawa lepas.
Mendengar gurauan si Ara semuanya tertawa lepas, tapi Bapak Irwan menangkap sesuatu yang baru dari pemikiran Ara, ada usaha Ara untuk terlebih dahulu menyelamatkan atasannya untuk kemudian menghadapi persoalannya itu untuk pimpinannya,”Kamu memang hebat Ara dari dulu, rasanya kau tidak menyetujui satupun dari mereka untuk dapat membantuku” kata Bapak Irwan dalam hatinya.
Lalu ia memanggil Darus,”Darus, rasanya tidak satu orangpun yang bisa membela aku semua, si Win itu rasanya hanya akan membawa aku selalu dalam konflik, jiwanya itu jiwa konflik. Si Adnan hanya membawa saya lembat dalam mengambil keputusan, dan si Chandra yang memang ada pemikiran ke depan, tapi Ara yang memang sangat melindungi aku ya…he he he. Kamu akan saya berikan proyek untuk membangun jalan di daerah Berantah, kamu ajak teman-teman kamu dan jadikan Ara yang memimpin ya” ujar Bapak Irwan.
Mendengar hal tersebut Darus hanya tersennyum, memang si Ara itu cerdas tapi berpura-pura seperti orang Gila. Ia sudah mengerti maksud dari Bapak Irwan tersebut. Lantas ia kembali ke tempat duduknya, Bapak Irwan terlihat pergi ke kamar mandinya, lalu tak lama kemudian ia kembali ke tempat duduknya.
“Begini saja ya, tadi saya sudah memberitahukan kepada Darus bahwa mulai besok kamu dapat bekerja semua dengan Darus, pulang dari sini Darus agar ke Minati dan katakana bahwa proyek yang tadi agar dikerjakan oleh kalian.” Kata Bapak Irwan.
Kelima-limanya lantas meninggalkan ruangan Bapak Irwan dengan senang hati , tidak terkecuali Win yang memang sudah sangat berharap itu.
Setelah itu mereka pergi merayakan keberhasilan mereka untuk sebuah proyek itu, lumayan proyek itu seharga 500 juta, mereka akan mengantongi bersih sekitar 25% dari total harga, belum lagi pekerjaan yang didapatkan oleh Adnan dan Chandra sesuai dengan kualifikasi mereka, namun tidak begitu halnya dengan Win yang hanya menguasai ilmu pergerakan dan 2 bahasa yang juga dikuasai oleh kedua temannya tersebut. Ia sedikit agak menyesal sekarang karena tidak menyelesaikan kuliahnya.
Mereka pun melakukan beberapa kali pertemuan, pertemuan pertama mereka membagi uang sisa proyek, pertemuan kedua Win di depak dengan dikatakan bahwa ia sudah tidak dibutuhkan lagi saat ini dengan alasan bahwa ilmunya tidak bisa digunakan dalam proyek ini, tidak seperti halnya Adnan dan Chandra. Mereka mendepaknya seperti halnya strategi blankon jawa, mereka melakukannya secara perlahan, mereka begitu menghormati dia hanya untuk mengambil hatinya untuk kemudian menyuruhnya pergi dengan santun sekali. “Blankon Jawa…” teriaknya dalam hati.

Tidak ada komentar: