12 Februari 2009

Kebangkitan Gayo Tinggal Menunggu Waktu

Tulisan ini bisa mengalir ketika saya membaca tulisan dari serinen, Subayu Loren, saya yang amat luar biasa, yang berjudul “Bila Keislaman Masyarakat Gayo Kembali”, tulisannya bisa diberikan nilai plus, sebuah tulisan yang mencoba menggugah kebanggaan orang Gayo menjadi Gayo dengan semangat Islam, luar biasa.
Kekeberen Gayo yang juga merupakan peninggalan dari Muyang Datu masyarakat Gayo juga telah memperlihatkan bagaimana besarnya orang Gayo dahulu, sebuah suku yang berasal dari Ruum kemudian berhasil mendirikan kerajaan-kerajaan pada pesisir selatan, menguasai Kute Reje pertama kali, bisa menjadi Reje di Perlak, menjadi Reje diberbagai tempat pada pesisir utara pulau Sumatera. Benar atau tidaknya cerita ini, menunjukkan bahwa suku Gayo itu tidak mau berada di bawah, suku Gayo itu tidak mau dijajah.
Namun, dibalik keunikan itu semua suku Gayo juga menjadi sebuah suku yang terbuka, mereka lebih mementingkan Islam dari pada kesukuannya. Suku Batak sudah lama bercampur dengan suku Gayo bahkan juga sudah menghasilkan keturunannya yang mempunyai marga, suku Padang juga telah melakukan perkawinan dengan suku Gayo bahkan mereka menetap pada daerah Blang Kjern sekarang ini, bahkan suku Aceh pun menjadi favorit bagi suku Gayo untuk menjadi menantu dengan kawin angkapnya. Bila dilihat dari ini semua adalah hal yang sangat biasa jika nanti suku Jawa juga melakukan percampuran kebudayaan melalui perkawinan dengan suku Gayo. Sungguh ini merupakan sebuah modal bagi suku Gayo untuk menjadi seorang pemimpin.
Lantas kemudian pertanyaannya adalah apakah ini tidak akan menghilangkan adat istiadat dari suku Gayo itu sendiri ? Tentu saja tidak, karena sudah terbukti selama suku Gayo menggunakan adat istiadat mereka maka mereka akan tetap bertahan dengan bahasa gayonya dengan adatnya. Kemudian juga dipertanyakan jika kemudian suku Gayo terus melakukan percampuran kebudayaan lantas dimana suku asli Gayo ?
Menurut saya suku asli Gayo itu sudah tidak ada lagi, secara rasional suku asli Gayo dikatakan berasal dari suku melayu tua atau dari bangsa Ruum, masih dalam penelitian dan perdebatan, dan ini terjadi sejak tahun 1000 an M, menurut Kerajaan Linge I. Lantas ketika persilangan perkawinan ini terjadi apakah masih ada suku asli Gayo selama berabad-abad mereka melakukan perkawinan dengan suku Batak, suku Padang, suku Aceh, etnik China, atnik Arab dan terakhir suku Jawa.
Kebanggaan masyarakat Gayo adalah ketika mereka menggunakan bahasa Gayo sebagai bahasa mereka sehari-hari, menggunakan adat istiadat Gayo dalam kehidupan mereka sehari-hari, itulah sekarang kebanggaan menjadi Gayo, bukan suku apa mereka, kebanggaan menjadi suku Gayo adalah ketika Islam menjadi pedoman hidup orang Gayo.
Menurut salah satu tokoh Gayo M. Yunus Melalatoa, mencatat sedikitnya ada 5 faktor yang menyebabkan terjadi perubahan kebudayaan sebuah masyarakat, antara lain; 1) faktor perubahan komposisi penduduk, 2) perubahan sumber daya alam dan lingkungan fisik, 3) penemuan teknologi baru, 4) adanya invasi; adanya penjajahan oleh kelompok lain, peperangan, dan 5) kontak dengan masyarakat lain dan kebudayaan masyarakat lain itu menggantikan kebudayaan setempat.

Faktor Perubahan Komposisi Penduduk
USA atau Amerika Serikat sekarang ini merupakan sebuah Negara yang paling menguasai dunia, namun penduduk asli mereka adalah Indian Cherooke, ibunya Presiden USA sekarang Obama. Namun kemajuan USA bukan karena suku Indian di mulai ketika masuknya imigran-imigran yang berasal dari Eropa dan Asia bahkan kemudian berkembang dengan lebih jauh lagi dari Afrika, dahulunya mereka di bawa sebagai budak. Sejarah Amerika juga memperlihatkan bahwa ketika itu mereka untuk mendapatkan dataran Amerika harus mendapatkan perlawanan dari suku Indian.
Atau Australia, sebuah Negara yang dahulu suku aslinya adalah suku Aborigin, lantas seperti halnya dengan suku Indian mereka juga merasakan ketidaknyamanan ketika pendatang memasuki wilayah mereka. Mereka juga melakukan perlawanan, tapi yang terjadi adalah terus masuknya para pendatang tersebut untuk mengolah hasil bumi yang ada pada Australia tersebut.
Kita akan lihat bahwa apa yang dikatakan oleh M. Yunus Melatoa adalah sangat benar bahwa ternyata perubahan komposisi penduduk akan membawa perubahan yang besar pada pola pikir masyarakat tersebut. Ini adalah hal yang teramat rasional sekali, ketika sebuah kelompok lain masuk maka sudah barang tentu ia membawa peradaban baru dari tempatnya berasal. Ini pada dasarnya akan membawa perubahan-perubahan menuju lebih baik atau menuju tidak baik, tergantung bagaimana penduduk yang terleih dahulu tiba itu atau penduduk yang datang berkoloborasi dalam interaksi kehidupannya. Atau juga tidak terlepas dari kebudayaan mereka dan agama yang mereka anut tentunya.
Keunikan dari suku Gayo adalah suku ini berhasil bertahan dengan kegayoannya sudah selama 20 abad lamanya, bahkan mereka juga tetap berhasil dengan bahasa dan istiadatnya hingga kini, dengan Islamnya. Mereka amat bangga dengan kegayoannya, walau akhir-akhir ini sepertinya terlihat pergeseran nilai-nilai Gayo pada masyarakat Gayo karena dampak dari teknologi informasi pada era globalisasi saat ini. Dan ini tidak hanya terjadi di Gayo tapi pada setiap belahan dunia saat ini. Sekarang kita akan melihat bagaimana suku Gayo dapat bertahan dengan adat istiadat dan bahasanya. Dan ada keyakinan saya kalau masyarakat Gayo akan tetap bertahan dengan adat istiadat dan bahasanya, kita akan lihat.
Perubahan Sumber Daya Alam Dan Lingkungan Fisik
Ketika dahulu masyarakat Gayo dari dahulu hingga sekarang pekerjaannya adalah pertanian maka ini memperlihatkan bahwa suku Gayo itu bergantung kepada alam, dengan alamnya yang subur, sehingga mau tidak mau itu akan memperngaruhi watak dan karakter mereka.
Karakter mereka yang bertani adalah anti konflik, dalam arti mereka tidak suka konflik, mereka lebih menyukai kehidupan mereka saat ini. Itulah yang menyebabkan sebagian orang mengatakan masyarakat Gayo itu pemalas dengan kondisi alam dan kesuburan tanahnya itu.
Namun, seperti malasnya mereka, maka mereka akan tumbuh menjadi manusia-manusia yang cerdas, anak-anak yang bebas bermain dengan alamnya, anak-anak yang selalu riang gembira menikmati setiap keindahan alam dan rangsangan-rangsagan alam terhadap otaknya, terlebih lagi buat anak usia dininya.
Ini dibuktikan dengan sejarah yang sering kali mencatat bahwa setiap orang Gayo yang merantau ke negeri orang maka ia akan menjadi lebih besar. Banyak tokoh-tokoh Gayo sebenarnya di dunia ini, baik dalam dan luar negeri, terlebih lagi sekarang, baik mereka yang sedang menuntut ilmu maupun yang sudah bekerja. Keburukan mereka adalah ketika mereka sudah berhasil mereka sering kali lupa untuk pulang ke kampungnya, membangun kampungnya. Belum lagi belah-belah pada diri mereka yang sangat kuat, ada uken ada toa, ada bintang, ada ketol, ada bukit dan lain sebagainya. Semuanya semakin memperlihatkan bahwa sesungguhnya memang bangsa Gayo itu terdiri dari genetika yang berbeda-beda, mereka sangat kuat belah-belahnya. Yang bisa menyatukan mereka semua adalah satu yaitu Islam.
Keuntungan dari generasi Gayo saat ini adalah mereka relative aman dari konfli, orang Gayo harus berterima kasih kepada tetua-teua dahulu kita yang cepat sadar untuk tidak mengikuti konflik berkepanjangan yang dicanangkan oleh Hasan Tiro dengan konsep Perang Bodohnya, karena mereka labih mementingkan persaudaraan sesama muslim, mereka tidak mau terjebak dalam konflik yang menyebabkan anak cucu mereka menjadi hancur.
Generasi Gayo selangkah lebih maju dari generasi Aceh korban konflik saat ini, belum lagi mereka yang saat ini sudah bersekolah dengan baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Potensi inilah yang harus terus kita kembangkan. Potensi inilah yang sekarang akan mampun mengambil kembali Aceh dari orang-orang Aceh sekarang.
Kemengan lingkungan ini agar segera dicermati oleh generasi-generasi muda Gayo untuk terus maju ke depan memajukan Gayo. Baiknya mereka mulai berpikir untuk kembali ke Gayo dan membangun tanoh Gayonya. Namun perlu diingat oleh mereka yang berada di Gayo agar member kesempatan bagi mereka yang di luar Gayo untuk sumbangsihnya, memberikan mereka jalan menuju pembangunan Gayo.
Atau jika perlu mereka mengambil alih Aceh dengan kecerdasan mereka, generasi muda Gayo dipastikan lebih sabar dan santun, selain intelektual mereka tinggi mereka juga akan pandai dalam mengendalikan emosi, sehingga mereka akan lebih cepat mencuat dari pada teman-temannya dari Aceh korban konflik.

Penemuan Teknologi Baru
Perubahan-perubahan di Gayo tidak terlepas dari masuknya teknologi, saat ini informasi begitu cepat masuk ke Gayo yang terkadang membutuhkan sebuah filter bagi mereka, jadi kembali ke adat adalah harus, penegakkan syariat Islam is amust.
Hal yang perlu diingat bahwa masuknya teknologi itu juga tidak mungkin dihindari, mereka akan datang sebegitu derasnya tanpa bisa dicegah. Ini menjadi kegalauan tidak hanya menjadi pemikiran dari tokoh-tokoh Gayo akan tetapi menjadi pemikiran dari berbagai tokoh dari berbagai daerah. Masuknya teknologi itu berdampak kepada perubahan pola pikir yang harus bisa diantisipasi oleh setiap orang tua yang mempunyai anak, seorang suami yang mempunyai istri, seorang istri yang mempunyai suami, seorang atasan yang mempunyai bawahan, seorang bawahan yang mempunyai atasan dan lain sebagai pada setiap tingkatan strata sosial masyarakat.

Invasi Kelompok Lain Dan Kontak Dengan Masyarakat Lain Dan Kebudayaan Masyarakat Lain Itu Menggantikan Kebudayaan Setempat
Orang Gayo merupakan karakteristik yang unik, saya sering kali menyebutkanya seperti filosogi tari guel, orang Gayo itu pintar untuk mengikuti sebuah kebudayaan yang ternyata dampaknya adalah membawa masuk budaya tersebut kedalam Gayo. Menurut saya ini bukan merupakan sebuah kebodohan atau ketakutan, ini merupakan sebuah kecerdasan seorang manusia, dalam sebuah ilmu kecerdasan dikatakan orang seperti ini mempunyai akal yang panjang, mereka jarang sekali ingin jatuh ke dalam sebuah konflik tapi mereka tidak pernah takut konflik karena malu mereka amat besar. Inilah keunikan suku Gayo.
Bila saja keunikan-keunikan ini terpelihara dari konflik maka akan lahir tokoh-tokoh besar dari Gayo, dengan memberikan mereka sedikit pengetahuan tentang bagaimana bisa mengaktulisasikan diri dengan baik. Bagaimana bisa mengungkapkan pemikirannya bagi kepentingan dirinya.
Sehingga Gayo tidak pernah dijajah siapapun, siapa yang menjajahnya malah menjadi sahabat atau temannya, bahkan dijadikan saudaranya. Hebat bukan suku Gayo kami ini. Suku apapun yang akan datang ke Gayo merasakan hal yang sama, ntah itu Aceh, Gayo atau Padang, mereka cenderung lebih tunduk kepada Gayo.
Suku Gayo juga lebih mengutamakan keselamatan mereka terlebih dahulu, mereka tidak mau ikut-ikutan dalam konflik yang berkepanjangan jika itu hanya merugikan mereka. Sejak dahulu saya ingin meneliti tentang orang Gayo, saya lahir dan besar di Jakarta, saya yakin filosofi bangsa Gayo ini adalah pantas untuk disejajarkan dengan filosofi bangsa-bangsa besar di dunia ini.
Dan perlu juga disadari bahwa salah satu yang membuat besar Aceh adalah suku Gayo. Karena kalau Aceh menggunakan pola pikiran GAM seperti sekarang ini sudah dipastikan Aceh tidak akan jaya seperti dahulu. Sifat mereka adalah seperti Banteng, tidak bisa dikatakan tidak, kalau A ya A, kalau B ya B bahkan mereka rela menipu untuk itu.
Beda dengan Gayo mereka pada dasarnya tidak pernah memperlihat sesungguhnya apa keinginan mereka, mereka begitu santun, dalam kemarahanpun mereka berpikir keras, mereka menguasai amarah mereka. Saya bahkan menilai Gayo itu perpaduan dari Padang dan Jawa dengan kekerasan Aceh pada tempatnya. Indah bukan. Sayang sifat malu orang Gayo terlalu besar sehingga mereka malu mengungkapkan pemikiran dan diri mereka, inilah yang nanti kedepan menjadi permasalahan tokoh-tokoh Gayo.
Gayo adalah suku besar, mereka sampai saat ini masih bertahan adat istiadat mereka.

Gayo Akan Menguasai Aceh
Dari pembahasan di atas dapat terlihat bahwa cepat atau lambat orang Gayo akan semakin maju selama mereka tidak terlibat konfilk dalam PERANG BODOH. Orang Gayo, Jamnee atau Aceh lain yang terbebas konflik, sekarang sudah melangkah di depan dibandingkan dengan orang-orang Aceh korban konflik yang rasanya mereka akan menjadi suruhan-suruhan orang orang-orang yang cerdas tersebut.
Namun permasalahannya adalah orang-orang Aceh sekarang sudah mengetahuinya dan mereka melakukan sebuah gerakan “Asal Bukan Gayo“, peran mereka sejak dahulu selalu dibatasi dengan harapan merekalah nanti yang akan maju ke depan.
Ironisnya lagi, sebagian dari mereka kini sedang mencoba membawa Gayo kembali ke dalam konflik, inilah yang menyebabkan ALA dan ABBAS selalu didengungkan oleh mereka karena mereka ketakutan dalam konflik kembali, terlebih lagi dengan konsep yang membenci sebuah suku yang kini hidup dengan damai di Gayo.
Tapi dari sisi kecerdasan with ALA or No ALA, Gayo akan menguasai Aceh, menguasai orang-orang yang baru tenang kalau di cocok hidungnya dengan uang dan harta, bagi orang Gayo ini adalah makanan empuk, belum lagi nanti keluar keberanian Gayo yang selama ini memang ditakuti oleh orang Aceh sejak zaman muyang datu Aceh dan Gayo itu ada.
Jelas, tidak ada alasan Gayo tidak akan menguasai Aceh, bahkan ada kemungkinan Indonesia ini bisa dikuasai oleh generasi penerus Gayo kelak.
Tidak ada ALA maka kita akan kuasai Aceh melalui tangan yang lain, inilah orang Gayo yang sering kali dikatakan pengkhianat oleh GAM karena keengganannya untuk masuk ke dalam GAM, panjang akal dan berani.
Waktunya orang Gayo sekarang ini harus mampu untuk menjadi yang terbaik, tidak terjebak Perang Bodoh, terus menuntut ilmu generasi mudanya, jangan mau dinjak-injak, jangan mau di tusuk hidungnya seperti kerbau karena masa kita akan segera tiba. Seluruh penjuru angin telah mendukung kita.
Masuk saja kalian ke PRA, ke PA atau ke SIRA, kuasai mereka, mereka itu orang yang mudah dikuasai sebenarnya, maka tidak heran sebentar lagi orang-orang Gayo akan menguasai Aceh. Tapi ingat orang Aceh itu akan terus menjegal kamu, makanyaaa pintar-pintarlah menyusun perencanaan, nanti kalau kau kepepet barulah kau berpikir bahwa ALA itu penting. Bayangkan perjuangan ALA akan terus berlanjut selam ketidakadilan ada. Sedangkaan GAM hanya akan menjadi musuh rakyat Aceh kelak jika konsepnya dengan Perang Bodoh ini dilanjutkan.

Bila Keislaman Masyarakat Gayo Kembali
Oleh : Subayu Loren

Masyarakat Gayo yang menyebut dirinya dengan “Urang Gayo”, adalah pemeluk agama Islam. Secara lahiriah ke-Islaman orang Gayo dapat dilihat dari pola perkampungan dengan bangunan Mersah, Joyah dan Mesegit. Bagi masyarakat Gayo, agama Islam dengan segala Akidah dan Kaidahnya merupakan acuan utama perilaku mereka yang bergandeng dengan norma Adat. Keterjalinan antara Agama (Milad) dan Adat ini terekam jelas dalam ungkapan “Edet mungenal hukum mubeza” atau “Edet Pegerni Agama”[1].

Ada banyak interpretasi tentang ungkapan “Edet Pegerni Agama”[2], salah satu pengertian yang cukup kuat mengungkap maksud ungkapan tersebut adalah bahwa masyarakat Gayo pelindung Islam. Dengan kata lain bila Agama mengatakan “satu”, maka orang Gayo mengatakan “tiga”[3]. Ambil contoh kasusnya tentang persaudaraan, dimana orang Gayo mengatakan dirinya sebagai satu Ayah dan Ibu, dan karenanya saling mengamankan. Di masa lalu, ketika adat masih berfungsi, Agama berjalan dengan baik. Silaturrahmi yang dilandasi kasih sayang, dan menjadi keseharian masyarakat Gayo ini dinyatakan dengan ungkapan “sara urang”[4] artinya satu persaudaraan.

Manifestasi ungkapan “sara urang” dapat dicerna dari terjaminnya keamanan “beberu” atau gadis dari berbagai ancaman kejahilan orang atau pihak lain. Perwujudan “sara urang” juga diperlihatkan dalam tata hidup lokal masyarakat “belah”, dimana tidak ada sawah yang tidak tergarap atau “talu”[5] meski pemiliknya adalah nenek-nenek yang sudah menjanda. Pemuda dan pemudi dengan telah mengambil tanggungjawab menggarap sawah, menyemainya, merawat sampai panen.

Kini, persaudaraan Gayo sebagaimana terangkum dalam ungkapan “sara urang” sulit ditemui, karena pranata Adat Gayo tidak lagi berfungsi dan berperan. Bahkan masyarakat Gayo sekarang jatuh ke dalam kekacauan. Kita biasa dengan pemandangan perkawinan antara pemuda dan pemudi di dalam sebuah kampung yang tidak lagi dianggap aib, sudah lumrah terjadi.

Bila terjadi kekecauan di internal urang Gayo, maka persaudaraan urang Gayo dengan masyarakat tetangganya terikut. Hubungan antara urang Gayo dengan tetangganya terangkum dalam ungkapan Adat “Beloh Sara Loloten, Mewen Sara Tamunen, Ke Bulet Lagu Umut, Ke Tirus Lagu Gelas” pun tinggal ungkapan. Konsepsi persaudaraan ini juga sedang menuju tahap kehancurannya. Bila di masa lalu, bila ada yang menyerang Gayo maka “Ureung Acheh” akan ikut membela, begitu kebalikannya bila ada pihak yang menyerang orang Aceh, maka Urang Gayo akan ikut membela. Sekarang dan di masa depan, jalinan hubungan persaudaraan Aceh dengan Gayo diprediksi tidak lagi seindah dulu. Penyebabnya baik masyarakat Gayo maupun Aceh sudah diintervensi pengaruh luar. Akibatnya, jangankan Aceh dengan Gayo akan terpisah, Gayo dengan Gayo sendiri telah terbelah.

Dengan demikian pula keamanan masyarakat Gayo tidak lagi terjamin seperti dulu. Di masa sekarang, bila terjadi peristiwa tragis, dimana ada orang yang me “roba”[6] saudara perempuan kita, masyarakat cenderung diam, tutup mulut. Padahal dulu, baru iseng mengganggu anak gadis, bisa menyebabkan perang. Karena jalinan seperti itulah, maka dikatakan Edet Gayo tersebut sebagai pagarnya Agama. Ketika Adat Gayo “hilang”, masyarakat Gayo sekarang diibaratkan seperti kebun kehilangan penjagaannya. Binatang dengan leluasa mengobrak abrik isi kebun. Sampai pada tahap ini, karena malu sudah hilang, maka perilaku orang Gayo pun tak lebih baik pula dari binatang. Serbuan budaya luar tidak hanya ditujukan untuk merusak Milad “Agama” tetapi ditujukan untuk merusak inti masyarakat Gayo, yaitu pengalihan “urang Gayo”, dari manusia kaffah kepada manusia bukan kaffah. Yang mementingkan Jasmani daripada Rohani. Penjelasan ini, amat terkait dengan maksud Adat Gayo sebagai pagar Agama.

Tidak lagi seperti sediakala, Adat Gayo diakui telah mengalami perubahan, karena tidak lepas dari pengaruh lingkungannya. M. Yunus Melalatoa, mencatat sedikitnya ada 5 faktor yang menyebabkan terjadi perubahan kebudayaan sebuah masyarakat, antara lain; 1) faktor perubahan komposisi penduduk, 2) perubahan sumber daya alam dan lingkungan fisik, 3) penemuan teknologi baru, 4) adanya invasi; adanya penjajahan oleh kelompok lain, peperangan, dan 5) kontak dengan masyarakat lain dan kebudayaan masyarakat lain itu menggantikan kebudayaan setempat[7].

Tidak ada komentar: