Indonesia sebenarnya tidak hanya Aceh saja yang melakukan pemberontakkan untuk mendirikan Negara Islam Indonesia (NII), selain Aceh juga ada tokoh-tokoh muslim lainnya seperti Karto Suwiryo, Kahar Muzakkar, Amor Fattah, Ibnu Hadjar, sedangkan dari Aceh adalah Daud Beureuh.
Daud Beureuh Mendukung Kemerdekaan RI dan Mengutamakan Saudara Seiman
Hal yang menarik adalah ternyata Daud Beureuh itu adalah seorang pendidik, ialah yang memulai melakukan pembaharuan pemikiran Islam melalui Pendidikan, dengan mendirikan Madrasah Sa'adah Ahadiyah di Blang Paseh di Sigli. Bahkan beliau amat aktif untuk terus mensosialisasikan pemikiran tentang pembaharuan pendidikannya. Selain itu ia juga mendirikan PUSA (Persatuan Ulama Seluruh Indonesia), yang kemudian menjadi penggerak untukmelakukan perlawanan terhadap penjajah Belanda.
Kedatangan Soekarno ke Aceh tahun 1948 mendapatkan sambutan yang luar biasa dari ribuan rakyat Aceh, ada yang menarik dari dialog antara Soekarno dan Daud Beureuh:
Soekarno: "Saya minta bantuan kakak, agar rakyat Aceh turut mengambil bagian dalam perjuangan bersenjata yang sekaran berkibar antara Indonesia dan Belanda untuk mempertahankan kemerdekaan yang telah kita proklamirkan tanggal 17 Agustus 1945"
Daud Beureuh: Saudara Presiden, kami rakyat Aceh dengan segala senang hati memenuhi permintaan itu. Namun Daud Bereuh mengatakan bahwa Perang yang dilakukan ini adalah perang Jihad melawan kuffar Belanda.
Bahkan dalam sebuah surat kabar "Semangat Merdeka" yang terbit di Kuta Raja, 23 Maret 1949, ia tetap menyatakan kesetiaannya kepada NKRI:
"Perasaan kedaerahan di Aceh itu tidak ada. Sebab itu, kita tidak bermaksud untuk membentuk sebuah Aceh Raya dan lain-lain karena kita disini adalah bersemangat Republiken. Sebab itu juga, undangan dari Wali Negara Sumatera Timur itu kita anggap sebagai tidak ada saja, dan karena itu tidak kita balas saja. Kesetiaan rakyat Aceh terhadap Pemerintah RI bukan dibuat-buat serta diada-adakan. Tetapi kesetiaan yang tulus dan ikhlas yang keluar dari hati nurani dengan perhitungan dan perkiraan yang pasti. Rakyat Aceh pasti tahu bahwa kemerdekaan secara terpisah-pisah negara per negara tidak akan menguntungkan dan tidak akan membawa kemerdekaan yang abadi"
Hebatnya lagi Daud Beureuh memegang kata-kata ini sampai akhir hayatnya, ia tetap komitmen untuk lebih tunduk kepada NKRI yang ia anggap sebagai saudara seiman dan sebagai Ulil Amrinya.
Namun demikian keunikan seorang Daud Beureuh memang layak dijadikan sebagai contoh, ketika ia melihat Soekarno terus menerus membuat sakit hati orang Aceh, maka ketika ia mendengar bahwa Karto Suwiryo memproklamirkan Negara Islam Indonesia maka ia bersegera mendukungnya dan menyatakan bahwa Negara Islam Indonesia salah satunya adalah Aceh, dari sini terlihat betul bahwa Daud Beureuh tidak mau melepaskan diri sedikitpun dari saudara seimannya dengan mengatakan bahwa Negara Islam Aceh, luar biasa.Ia hanya menginginkan sebuah daerah yang betul-betul yang menyelenggarakan syariat Islam dengan kaffah, tidak ada niatnya sedikitpun menjadi penguasa.
Setelah ia mencanangkan ini tentunya ia melakukan perlawanan terhadap pemerintah NKRI, ia naik kegunung, lagi-lagi daerah dataran tinggi gayo dijadikan sebagai basis perlawanannya, ia menyentuh rakyat Gayo dengan pemikiran Islam, walau demikian pada awalnya ia didukung rakyat luas, lama-kelamaan mereka kembali berhasil direkrut oleh NKRI dengan janji untuk memberikan daerah istimewa kepada NAD, serta merangkul teman-teman dari DI/TII , antara lain pendekatan yang dilakukan oleh M. Jasin, Kolonel Infantri. Dengan metode warkatul ikhlas maka perdamaian di Aceh dapat terjadi. Tepatnya pada tanggal 9 Mei 1962, yang diikuti dengan sebuah perjanjian Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh, yang puncaknya ikrar mereka di Blang Padang, Kutaraja.
Hasan Tiro Menuju MoU Helsinky dengan Korban Ribuan Rakyat Aceh
Silahkan dibaca dari wawancara dengan Saudara Nedzar dari hasil penelitiannya, maaf saya bisa saja mencarikan dari sumber lain, tapi dari Suadara Nedzar rasanya sudah cukup bagus.
Perbedaan Daud Beereuh dan Hasan Tiro
Pertama, ini amat penting, Daud Beureuh adalah seorang pemikir Islam sejati, seorang Pendidik dan seorang pemberani. Ia mau melakukan perubahan-perubahan dalam pemikirannya untuk Islam, ia mengatasnamakan perjuangannya berdasarkan kehendaknya atau ternyata lebih kepada Ashobiyah, ia lebih menekankan kepada konsep perjuangan dengan sebutan "Penjajah Jawa-Indon", sedangkan Daud Beureuh tetap konsisten dengan penegakkan syariat Islam di Aceh seperti halnya yang ada pada zaman Iskandar Muda.
Dalam banyak kesempatan ia selalu berujar:
"Anda harus tahu, kami di Aceh ini punya impian. Kami mendambakan masa kekuasaan Kesultanan Iskandar Muda, pada masa Aceh menjadi Negara Islam. Di zaman itu, pemerintahan memiliki 2 cabang, sipil dan militer. Keduanya didirikan dan dijalankan menurut ajaran Agama Islam. Pemerintahan semacam itu mampu memenuhi semua kebutuhan modern. Sekarang ini kami ingin kembali ke sistem pemerintahan semacam itu"
Kedua, Daud Beureuh memimpin langsung perjuangannya di Aceh, ia naik kehutan, berjuang dengan memimpin langsung, sedangkan Hasan Tiro berjuang dari Swedia, bagi rakyat Aceh ini merupakan sebuah kehinaan, terlebih lagi bagi masyarakat dataran tinggi Gayo yang dulu melihat sosok seorang Daud Beureuh atau DI sebagai pemberani akhirnya melihat GAM sebagai pengecut saja.
Ketiga, Daud Beureuh selalu hidup dalam kesederhanaan, ia lebih menyukai Agama Islam, ia lebih mencintai untuk menyebarkan Islam di Aceh. Hasan Tiro penuh dengan politik, silahkan lihat buku-bukunya yang semuanya ternyata lebih mengangkat ashobiyah dan lebih kepada memecahkan Negara dengan umat Islam terbesar di dunia. Ia lebih menyukai kemewahan di Swedia dibandingkan tinggal di Aceh.
Keempat, Daud Beureuh tahu ia kapan harus berhenti, ia lebih mencintai rakyat Aceh, ketika terjadi DI/TII, ia lebih mendahulukan damai daripada peperangan terus, akhir hayatnya ia dipuja rakyat Aceh. Berbeda dengan Hasan Tiro semasa hidupnya ia tidak memperdulikan berapa banyak korban yang jatuh dari rakyat Aceh, bahkan sampai ribuan jiwa orang Aceh. Ia lebih mengetengahkan 'Hilangkan Penjajah Indon-Jawa, dibandingkan 'Merdeka atau Syahid', karena ia tahu, bahwa sesama muslim itu lebih mendahulukan perdamaian dibandingkan saling membunuh. Ini yang selalu saya pikirkan, apakah ribuan orang itu syahid atau mati dengan sia-sia ?
Kelima, MoU Helsinky tentunya amat ditentang oleh Daud Beureuh jika ia masih hidup, Daud Beureuh amat benci dengan Kuffar dan Yahudi, bandingkan dengan Hasan Tiro ia rela menjual tanahnya ke Uni Eropa dan USA, MoU tersebut seolah-olah menyerahkan permasalahan internal muslim kepada orang asing.
Bila rakyat Aceh berpikir jernih, maka sudah barang tentu nama Hasan Tiro itu tidak bisa diangkat menjadi Wali Nanggroe, yang lebih cocok itu adalah Daud Beureuh. Pola pikirnya jelas memperjuangkan dan melindungi rakyat Aceh, dibandingkan dengan Hasan Tiro.
Bila anggota GAM berpikir, tentunya ia tidak lagi bertujuan kemerdekaan, sudah cukup tingkah polah Hasan Tiro untuk mengorbankan rakyat Aceh, belum lagi jika mereka menerima dana dari MoU Helsinky, dana yang berasal dari darah rakyat Aceh.
Bila kita melihat sejarah, sepertinya Aceh ini tidak akan pernah aman, terkecuali punya pemerintahan yang kuat seperti Iskandar Muda, yang menjadi permasalahan adalah bagaimana Aceh bisa menjadi kuat apabila ternyata GAM memperjuangkan perjuangannya kepada Ashobiyah, bukan kepada penegakkan syariat Islam. Saat ini seharusnya Irwandy CS bukan saatnya lagi memperjuangkan anggotanya saja, akan tetapi lebih memperjuangkan rakyat Aceh dengan betul-betul menegakkan syariat Islam.
Orang Gayo melihat pemberontakkan ini hanya membawa kesedihan dan kesengsaraan bagi rakyat Aceh, sedangkan Aceh daerah pesisir barat dan selatan lebih melihat ini perjuangan sekelompok orang saja, dan ini semakin terlihat setelah adanya MoU Helsinky.
Sebenarnya ada cara yang akan membawa Aceh kepada damai, membelah Aceh menjadi 3 provinsi, setiap Aceh diwajibkan menegakkan syariat Islam, setiap provinsi bisa melakukan otonomi khusus pada daerahnya masing-masing. ALA dan ABBAS merupakan salah satu solusi kita menuju perdamaian Aceh sejati, jika memang ingin mensejahterakan rakyat Aceh, bukan lagi hanya mementingkan kepentingan golongan saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar